TRIBUNNEWS.COM - Beberapa dokter mengungkap kesaksian bagaimana para korban mendatangi rumah sakit akibat ledakan di Beirut, Lebanon.
Menurut salah seorang dokter, bencana ledakan di Lebanon seperti tidak terduga.
"Ini adalah bencana yang kita miliki di tangan kita sendiri," kata seorang dokter di Rumah Sakit St George, yang terletak kurang dari satu mil dari pusat ledakan di pelabuhan Beirut.
Rumah sakitnya merupakan salah satu dari beberapa rumah sakit di ibukota Lebanon yang rusak dan listriknya padam dalam ledakan itu.
Baca: Lebanon Diragukan Mampu Atasi Dampak Ledakan, Butuh Keterlibatan Internasional
Dikutip dari Sky News, setidaknya 100 orang tewas dalam ledakan dan sekitar 4.000 terluka, menurut Palang Merah Lebanon.
Padahal, rumah sakit sudah hampir penuh karena pandemi virus corona yang sedang berlangsung.
Rumah sakit dengan cepat mengisi kelebihan kapasitas, meminta pasokan darah dan generator untuk tetap menghidupkan lampu.
Di dalam, bangsal dan koridor dipenuhi pasien.
Baca: Analisis Ahli Soal Penyebab Ledakan di Beirut Lebanon: Seperti Ledakan Kembang Api, Bukan Bom
Belasan orang yang terluka dirawat di jalanan luar, di reruntuhan, di atas tandu dan di kursi roda.
Sementara itu, orang-orang dengan berbagai luka tiba di ambulans, di mobil dan berjalan kaki.
"Kami memiliki sedikitnya 300 orang terluka di rumah sakit saat ini, kami memiliki enam kamar operasi yang masih beroperasi saat ini, dan ini terus diisi oleh kelompok lain yang membutuhkan perhatian."
"Setiap kru, dokter, dan perawat kami melakukan operasi, bahkan bagian administrasi sekalipun, semua orang bekerja."
"Kami memiliki banyak kerusakan, seperti yang Anda lihat, semua langit-langit runtuh di pintu masuk dan jendela kaca kamar pasien," ujar seorang dokter di Rumah Sakit Khoury.
Baca: Duka Dunia Atas Ledakan di Lebanon, Malaysia: Kami Siap Bantu Apapun yang Kami Bisa
Firass Abiad, kepala Rumah Sakit Universitas Rafic Hariri, menulis dalam media sosial miliknya pada Selasa pagi, kapasitasnya sudah mendekati batas.