News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu AS 2020

Presiden AS Klaim Cawapres Demokrat Tak Penuhi Syarat, Kamala Harris Sebut Trump Pakai Taktik Kotor

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasangan wakil presiden dari Partai Demokrat, Senator AS Kamala Harris, berbicara kepada pers setelah menerima pengarahan tentang COVID-19 di Wilmington, Delaware, pada 13 Agustus 2020.

TRIBUNNEWS.COM - Situasi menjelang pencalonan bersejarah Senator Kamala Harris sebagai kandidat wakil presiden dari Partai Demokrat, Rabu malam (19/8/2020) tampaknya masih panas diperbincangkan.

Anggota parlemen California itu menyebut Presiden AS Donald Trump dalam kampanyenya telah menggunakan 'taktik kotor'.

Mengutip People, Kamala Harris yang juga mantan jaksa penuntut umum yang telah menjadi politisi, tercatat sebagai wanita kulit hitam pertama yang ikut putaran kursi kperesidenan AS.

Pasangan wakil presiden dari Partai Demokrat, Senator AS Kamala Harris, berbicara kepada pers setelah menerima pengarahan tentang COVID-19 di Wilmington, Delaware, pada 13 Agustus 2020. (MANDEL NGAN / AFP)

Dia juga diketahui sebagai orang keturunan Asia yang dinominasikan untuk jabatan kepresidenan salah satu partai besar.

Pencalonan Kamala Harris disahkan pada Rabu malam, atau malam ketiga dari Konvensi Nasional Demokrat yang digelar virtual.

Baca: Mengenal Doug Emhoff, Pengacara dari Kalifornia, Suami Kamala Harris Cawapres AS 2020

Baca: Intip Gaya Stylist Kamala Harris, Bakal Cawapres AS Pasangan Capres Joe Biden yang Diusung Demokrat

Sarat 'Rasisme'

Sepekan sejak Joe Biden mengumkan Kamala Harris sebagai pasangannya, bagaimana pun, Harris harus menepis klaim palsu dan rasis yang dikumandangkan Trump dan tim suksesnya.

Trump diketahui menyebut Kamala Harris tak memenuhi syarat untuk menjadi wakil presiden karena siapa orang tuanya.

Sebelumnya diberitakan, Kamala Harris merupakan keturuan dari ayah Jamaika dan ibu India.

Dia lahir pada 20 Oktober 1964 di California, tempat di mana Harris sekarang menjabat jadi Senator.

Baca: POPULER Internasional: Donald Trump soal Tudingan Birtherism Kamala Harris | Kesehatan Shinzo Abe

Baca: POPULER INTERNASIONAL: Staf Dewan Berhubungan Intim saat Rapat Zoom | Istri Diperkosa Suami 100 Kali

Tanggapan Kamala Harris atas Klaim Palsu Trump

Melalui wawancara dengan Newsweek, Trump menyampaikan klaim palsunya atas pencalonan Kamala Harris.

“Saya mendengar hari ini bahwa dia tidak memenuhi persyaratan," kata Trump.

Untuk dicatat,pihak editor Newsweek sejak itu telah meminta maaf dan menambahkan sanggahan ke bagian opini di situs mereka.

Kemudian, Kamala Harris menanggapi klaim palsu tersebut ketika melakukan wawancara dengen The Grio, Minggu.

"Mereka akan terlibat dalam kebohongan, mereka akan terlibat dalam penipuan, mereka akan terlibat dalam upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah nyata yang berdampak pada rakyat Amerika," kata Harris.

"Dan saya berharap mereka akan terlibat dalam taktik kotor dan ini akan menjadi knock-down, drag-out dan kami siap,” tambahnya.

Penasihat senior kampanye Biden Symone Sanders secara terpisah mengguhan cuitan di Twitternya.

"Seperti inilah suara rasisme," tulisnya, sebagai tanggapan atas kutipan presiden yang mengulangi 'teori' tersebut.

Baca: Trump Berharap Arab Saudi Ikuti Jejak UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel

Baca: Warga Gaza Palestina Demo Hingga Injak Poster Netanyahu dan Trump, Tolak Kesepakatan UEA-Israel

Trump Picu Perpecahan Rasial

Lebih jauh, kampanye Trump sejak itu mengatakan mereka tidak benar-benar mempertanyakan kualifikasi Harris.

Trump terus memicu perpecahan rasial selama masa kepresidenannya sendiri.

Mungkin yang paling viral setelah unjuk rasa ekstremis "Unite the Right" di Charlottesville, Virginia, pada tahun 2017.

Trump juga memiliki sejarah menyerang lawan yang merupakan orang kulit berwarna.

Tahun lalu, dia mengatakan empat anggota kongres wanita kulit berwarna harus "kembali" ke negara asal mereka yang "penuh dengan kejahatan" meskipun tiga dari mereka lahir di AS.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini