TRIBUNNEWS.COM - Tentara Lebanon menemukan 4,35 ton amonium nitrat di dekat pintu masuk pelabuhan Beirut, lokasi ledakan dahsyat bulan lalu.
Ledakan di pelabuhan Beirut awal Agustus 2020 kemarin disebabkan oleh timbunan bahan kimia yang besar.
Akibat dari ledakan tersebut, korban jiwa tercatat lebih dari 190 orang.
Mengutip Al Jazeera, dalam pernyataan yang dibagikan pihak militer, para ahli dipanggil untuk menjalankan pemeriksaaan pada Kamis (3/9/2020).
Baca: Tim Penyelamat di Beirut Deteksi Adanya Detak Jantung di Reruntuhan 1 Bulan setelah Ledakan
Baca: Presiden Prancis Emanuel Macron Kembali Kunjungi Beirut Lebanon
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahan kimia berbahaya dalam empat kontainer yang disimpan di dekat pelabuhan.
Kantor berita Lebanon NNA melaporkan, Angkatan Darat yang menangani pemeriksaan tersebut.
Tetapi, tak ada rincian tentang asal bahan kimia atau siapa pemiliknya.
Dampak Ledakan: 300.000 Orang Kehilangan Tempat Tinggal
Lebih jauh, dampak ledakan besar tersebut, hampir 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal mereka.
Guncangan ledakan juga menghancurkan lingkungan tersebut dan menyebabkan kerusakan senilai miliaran dolar.
Baca: Korban Tewas Akibat Ledakan di Beirut Meningkat Jadi 190 Orang
Tetapi, ketika Lebanon menghadapi bencana seperti itu, para pejabat pemerintahan satu per satu mengundurkan diri dari kursi jabatan mereka.
Di tengah ancaman krisis ekonomi, sikap aparat pemerintahan semakin membuat publik marah.
Mereka mengaku masih merasa cemas mengingat ada lebih banyak bahan berbahaya tersimpan dengan buruk.
20 Kontainer Diidentifikasi Membawa Bahan Kimia Berbahaya
Lebih jauh, beberapa hari pasca ledakan 4 Agustus 2020, ahli kimia Prancis dan Italia mengidentifikasi lebih dari 20 kontainer membawa bahan kimia berbahaya.
Terkait hal tersebut, tentara Lebanon mengatakan, kontainer itu akan dipindahkan dan disimpan dengan aman di lokasi yang jauh dari pelabuhan.
Sementara itu, atas permintaan pihak berwenagn Lebanon, pakar Prancis, serta FBI, telah mengambil bagian dalam penyelidikan ledakan tersebut.
Baca: Baku Tembak Empat Jam di Dekat Beirut, Dua Warga Lebanon dan Suriah Tewas
25 Orang Ditahan
Sejauh ini, pihak berwenang telah menahan 25 orang selama ledakan bulan lalu, kebanyakan dari mereka adalah petugas pelabuhan dan bea cukai.
Awal pekan ini, sebuah badan PBB memperingatkan bahwa lebih dari separuh populasi Lebanon berisiko menghadapi krisis pangan setelah ledakan yang menambah kesengsaraan negara yang ada.
"Lebih dari separuh penduduk negara berisiko gagal mengakses kebutuhan makanan pokok mereka pada akhir tahun," kata Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA).
"Untuk mencegah krisis, tindakan harus segera diambil," kata sekretaris eksekutif ESCWA, Rola Dashti.
Namun, Dashti mengatakan, pemerintah Lebanon harus memprioritaskan pembangunan kembali silo di pelabuhan Beirut, tempat penyimpanan biji-bijian terbesar di negara itu.
Mengutip Mirror, seekor anjing pelacak dilaporkan memberi tahu tim penyelamat akan keberadaan orang yang mungkin selamat.
Tim penyelamat kemudian melakukan pencarian besar-besaran.
Jika ditemukan dalam keadaan hidup, berarti orang tersebut telah terjebak di bawah reruntuhan selama 29 hari.
Peralatan sensor spesialis telah dibawa ke area Mar Mikhael menyusul laporan yang belum dikonfirmasi bahwa detak jantung terdeteksi.
Baca: Tentara Lebanon Kembali Temukan 4,35 Ton Amonium Nitrat di Dekat Pintu Masuk Pelabuhan Beirut
Baca: Korban Tewas Akibat Ledakan di Beirut Meningkat Jadi 190 Orang
"Tanda-tanda pernapasan dan denyut nadi bersama dengan sensor suhu mengungkap adanya kehidupan," kata petugas penyelamat Eddy Bitar kepada wartawan di tempat kejadian.
Ia menambahkan satu unit pertahanan sipil telah dipanggil untuk membantu dengan peralatan tambahan untuk melakukan pencarian.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani, Tiara)