News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Trump Klaim AS Belum Miliki Bukti Keracunan Alexei Navalny: Kita Harus Fokus pada China, Bukan Rusia

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden AS Donald Trump berbicara kepada pers di Brady Briefing Room Gedung Putih di Washington, DC, pada 5 Agustus 2020. Facebook menghapus unggahan Trump yang menyebut bahwa anak-anak kebal terhadap Covid-19.

Tanggapan Boris Johnson tak berbeda jauh dengan komentar Merkel.

"Pemerintah Rusia sekarang harus menjelaskan apa yang terjadi pada Navalny," bebera Johnson.

Masih dikutip dari Daily Mail, Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen mengutuk 'tindakan keji dan pengecut'.

Sementara Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengecam serangan itu sebagai 'mengejutkan dan tidak bertanggung jawab.'

"Rakyat Rusia memiliki hak untuk mengekspresikan pandangan mereka secara damai tanpa takut akan pembalasan apapun, dan tentunya tidak dengan agen kimia," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Ullyot.

Baca: Alexei Navalny Tiba di Berlin untuk Perawatan Medis, Kondisi Kesehatannya Mengkhawatirkan

Kepala NATO Jens Stoltenberg mengutuk penggunaan 'mengejutkan' dari zat saraf tingkat militer yang, katanya, membuat penyelidikan 'penuh dan transparan' oleh Rusia menjadi lebih mendesak.

Kementerian Luar Negeri Italia dan Menteri Luar Negeri Kanada Francois-Philippe Champagne juga mengutuk keracunan Navalny. 

Lebih jauh dari Merkel, Roettgen mengatakan dia tidak percaya bahwa Novichok bisa diberikan tanpa sepengetahuan Kremlin. 

“Kami membutuhkan tanggapan yang jelas dan Eropa. Perlu ketangguhan melawan Rusia, karena itulah satu-satunya bahasa yang dipahami Putin, '' katanya kepada televisi ZDF.   

Baca: Kanselir Jerman Angela Merkel Minta Rusia Selidiki Dugaan Keracunan Alexei Navalny

Dia juga menyarankan bahwa keracunan Navalny dimaksudkan untuk mengintimidasi pengunjuk rasa di Belarus yang menuntut pengunduran diri diktator yang didukung Putin. 

"Ini adalah intimidasi simultan terhadap penduduk (Rusia) sendiri dan juga di Belarusia," katanya.  

Kremlin telah mengisyaratkan penggunaan kekuatan militer untuk menopang rezim Alexander Lukashenko di Belarus, yang telah menghadapi protes massal sejak pemilihan yang disengketakan bulan lalu.  

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini