TRIBUNNEWS.COM, HONGKONG – Pengamat militer S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura, Collin Koh, mengatakan Korps Marinir China bakal jadi tulang punggung militer Tiongkok.
Kemampuannya diperkuat, personil dilipatgandakan, dan tujuannya mengimbangi Korps Marinir AS yang memiliki ketrampilan perang skala global.
Analisis ini disampaikan Collin Koh merespon perintah Presiden China Xi Jinping di markas Korps Marinir China, Chaozhou, Guandong.
Presiden China Xi Jinping mengunjungi markas tersebut Selasa (13/10/2020), dan memerintahkan prajurit Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menjaga keadaan siaga tinggi, mengerahkan semua pikiran dan energi (mereka) untuk mempersiapkan perang.
Baca juga: Situasi Makin Genting, Xi Jinping Perintahkan Pasukan Marinirnya dalam Kondisi Siap Perang
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL: Xi Jinping Perintahkan Siap Perang | China Punya Utang Luar Negeri Terbanyak
Baca juga: Kerap Bersitegang di Laut China Selatan, Kuat Mana Angkatan Laut Amerika Serikat dan Tiongkok?
Xi Jinping menyerukan pasukan untuk menjadi benar-benar setia dan dapat diandalkan di saat-saat ini tanpa menjelaskan alasan pidato tersebut.
Tensi ketegangan politik di Laut China Selatan dan Taiwan memanas sepanjang bulan-bulan terakhir.
Selain terlibat perang dagang, China dan AS memperluas konflik ke lapangan penguasaan teritori di Laut China Selatan dan Selat Taiwan.
Sebagian Armada VII AS berkeliaran di sekitar perairan yang disengketakan China dan sejumlah Negara tetangganya.
Dikutip South China Morning Post (SCMP), Kamis (15/10/2020), Collin Koh menambahkan, perkembangan pesat marinir Tiongkok menunjukkan tujuan jangka panjang Beijing adalah mengembangkan kekuatan ekspedisi.
Targetnya, berkembang lebih jauh melindungi kepentingan global Tiongkok. Menurut Koh, ada peningkatan tuntutan pada Korps Marinir China, dengan serangkaian misi yang berkembang di masa damai maupun perang.
"Korps masih memiliki jalan panjang untuk dapat melakukan operasi terintegrasi dengan kemahiran yang sama dengan Korps Marinir AS, yang masih memiliki keunggulan dalam hal pengalaman tempurnya di seluruh dunia," katanya.
Korps Marinir China menurut Collin Koh, di masa mendatang akan mendapatkan lebih banyak pelatihan dalam operasi gabungan untuk meningkatkan kekuatan tempur, karena risiko keamanan negara itu meningkat di dalam dan luar negeri.
Secara khusus dalam brifingnya di hadapan para perwira elite Korps Marinir China, Presiden Xi Jinping memberitahu korps perlu memperkuat tujuannya agar sesuai gerakan modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
"Marinir harus membuat peta jalan dengan tujuan, arah, jalur, dan fokus pembangunan tim," kata Xi kepada para perwira senior. Pernyataan Xi ini sekaligus mengindikasikan dia tidak terlalu senang dengan kemajuan pengembangan sayap amfibi angkatan bersenjata China ini.
Di bawah rencana Beijing, marinir akan berada di garis depan dari setiap rencana untuk menyatukan kembali Taiwan dengan (China) daratan secara paksa.
Tetapi korps itu juga mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk membela kepentingan China di kawasan itu saat Beijing memperluas jangkauan globalnya.
Pada Juli 2017, China mulai mengirim marinir ke Djibouti beberapa bulan setelah pasukan tempur khusus secara resmi diperluas dan diatur kembali di tengah reformasi militer ala Xi Jinping.
"Melakukan operasi amfibi dalam rencana reunifikasi Taiwan hanyalah salah satu misi korps marinir," kata spesialis angkatan laut yang berbasis di Beijing, Li Jie.
Li mengatakan tanggung jawab lain ini termasuk menjaga pos terdepan China di laut China Timur dan Selatan.
“Korps Marinir perlu meningkatkan program peperangan modernnya, tidak hanya dalam hal ukuran tetapi juga dalam hal peningkatan perangkat keras dan perangkat lunak,” katanya.
Target Korps Marinir China Capai 100.000 Prajurit
Menurutnya, Korps Marinir adalah satu-satunya sayap angkatan bersenjata China yang terus berkembang selama perombakan militer besar-besaran beberapa tahun terakhir.
Sumber internal militer memperkirakan China akan menambah jumlah prajurit Korps Marinir dari sekitar 20.000 pada 2017 menjadi 100.000.
Sejauh ini, sudah ada sekira 40.000 prajurit mariner dimiliki China. Perkiraan ini disampaikan lembaga pemikir berbasis di AS, Jamestown Foundation.
China juga memperluas armada dermaga transportasi amfibi Tipe 071 dan kapal lainnya. Kapal pendarat helikopter Type 075 memulai uji coba laut pada Agustus dan kapal serbu amfibi yang lebih kuat, Type 076, sedang dalam tahap perencanaan.
Tetapi menurut Li, perangkat keras itu belum mampu mengimbangi kemampuan Marinir AS.
"Baik Type 071 dan Type 075 tidak semaju dermaga helikopter pendaratan kelas Wasp milik Korps Marinir AS, karena mereka memiliki pesawat tempur siluman F-35B Lightning, sementara China masih belum memiliki helikopter siluman yang dibawa kapal," kata Li.
Sekarang, menurut Li, Korps Marinir AS juga tengah meningkatkan kecepatan gerak di Pasifik, dan ini jadi ancaman baru bagi China.
Ketegangan antara Washington dan Beijing telah meningkat di tengah usaha AS melanjutkan operasi militernya di Laut China Selatan yang disengketakan.
Washington juga meningkatkan hubungan dengan Taiwan, dan terus menuduh China bertanggung jawab atas pandemi global virus corona.
Perkembangan terbaru, Beijing mengutuk Washington setelah kapal perusak USS John S McCain, terlihat berlayar di daerah dekat Kepulauan Paracel di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
China, yang menguasai sebagian besar laut yang dipenuhi dengan klaim teritorial dari lima negara, mengecam tindakan kapal tersebut.
Menurut Beijing, Angkatan Laut AS tidak pernah meminta izin kapalnya untuk memasuki wilayah yang dianggap Beijing berada dalam perairan teritorialnya.
Insiden semacam itu, yang disebut China sebagai provokasi, kerap terjadi karena AS secara teratur mengirimkan kapal-kapalnya ke wilayah tersebut dengan dalih kebebasan operasi navigasi.
Pihak berwenang China telah berulang kali memperingatkan Washington suatu hari tindakannya dapat menyebabkan insiden di laut, dan menuduh Gedung Putih memiliterisasi Laut China Selatan.
Selain ketegangan Laut China Selatan, kedua negara telah berselisih mengenai keputusan Washington mengembangkan hubungan diplomatik tidak resmi dengan Taiwan.
Beijing menganggap pulau itu sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayahnya sendiri. Gedung Putih baru-baru ini mengumumkan rencananya memasok Taiwan Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi.
China mengecam keras rencana ini, yang dinilai melanggar kebijakan Satu-China yang telah dipatuhi Washington selama beberapa dekade.(Tribunnews.com/SCMP/Sputniknews/xna)