TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Armada kapal induk USS Carl Nimitz berlayar menuju kawasan Teluk, hampir bersamaan pembunuhan ilmuwan fisika Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Kapal raksasa pengangkut jet tempur dan helicopter itu dikawal sejumlah kapal perusak, kapal penjelajah, dan kapal fregat yang biasa mendampinginya ke manapun berlayar.
Informasi yang disiarkan stasiun televisi CNN, pergerakan kapal induk itu tidak ada kaitan dengan peristiwa di Teheran.
Sumber Pentagon yang disitir wartawan CNN mengatakan, pergerakan armada kapal induk itu guna mendukung proses penarikan sebagian tentara AS dari Suriah, Irak, dan Afghanistan.
Koresponden CNN di Pentagon, Barbara Starr menginformasikan, armada itu akan segera memasuki perairan Teluk Persia.
Mereka akan memberikan dukungan tempur dan perlindungan udara saat pasukan AS menarik diri dari Irak dan Afghanistan pada pertengahan Januari 2021.
Di bawah perintah Presiden Donald Trump, AS memutuskan memindahkan persenjataan yang cukup besar dari wilayah itu, beberapa bulan sebelum dia akan meninggalkan jabatannya.
Baca juga: Ilmuwan Nuklir Terkemukanya Dibunuh di Dekat Teheran, Iran Tuduh Israel dan Akan Balas Dendam
Baca juga: Bunuh Ilmuwan Iran Mohsen Fakhrizadeh, Israel Persulit Masa Depan AS di Tangan Biden-Harris
Baca juga: Pangeran Saudi Desak Joe Biden Tak Gabung Lagi dengan Kesepakatan Iran
Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh meningkatkan ketegangan di Timur Tengah, menyusul luapan kemarahan Iran yang menuduh Israel di balik pembunuhan itu pada Jumat (27/11/2020) waktu Teheran.
Seorang pejabat AS, bersama dua pejabat intelijen lain dikutip The New York Times dan Sputniknews.com, Sabtu (28/11/2020) mengatakan, Israel mendalangi operasi pembunuhan itu.
Laporan tersebut tidak merinci berapa banyak informasi yang mungkin dimiliki AS sebelumnya tentang operasi tersebut. Belum ada komentar resmi dari Gedung Putih atau CIA.
Tel Aviv tidak membenarkan atau membantah berada di balik kematian Mohsen Fakhrizadeh. Ini sikap standar Israel jika terjadi peristiwa serupa dan ada kaitan Iran.
Beberapa ilmuwan Iran sebelumnya juga menjadi sasaran pembunuhan oleh tangan-tangan asing. Umumnya sosok yang ditewaskan ada kaitan pengembangan riset nuklir Iran.
Mossad oleh Teheran diyakini kuat berada di belakang operasi pembunuhan ini. Mohsen Fakhrizadeh mengepalai Organisasi Inovasi dan Penelitian Pertahanan (SPND) Kementerian Pertahanan Iran.
Menurut kantor berita Fars, tewas di sekitar kota Absard di Distrik Damavand, Provinsi Teheran, sekitar pukul 02.30 malam, waktu setempat (11.00 GMT).
Ia disergap sekelompok orang bersenjata, yang mendahului serangan lewat ledakan bom di depan mobil sedan Nissan yang ditumpangi Fakhrisadeh.
Ledakan itu disusul rentetan tembakan yang melubangi kaca dan badan kendaraan yang ditumpangi korban. Para pengawal Fakhrisadeh memberi perlawanan, tapi penyerang lebih cepat bergerak.
Meski tak pernah merespon, Israel sejak lama mengincar sasaran-sasaran penting Iran, terutama yang mereka klaim terkait pengembangan senjata nuklir negara itu.
Dalam rekaman pidato PM Israel Benyamin Netanyahu pada 2018, ia mengatakan intelijen Israel telah menyita berbagai dokumen terkait upaya Teheran mengembangkan persenjataan nuklir.
Ia menggambarkan Fakhrizadeh sebagai pemimpin program nuklir militer Teheran. Dikutip Al Masdar News, Netanyahu pada saat mengatakan, "Ingat nama ini, Fakhrizadeh".
Israel Sejak Lama Menempatkan Fakhrisadeh Sebagai Target
Pada 2014 menurut Reuters, seorang diplomat barat merujuk peran ilmuwan ini dalam program nuklir Teheran.
Narasumber itu mengatakan, jika Iran memutuskan melakukan militerisasi (operasi pengayaan), Fakhrizadeh akan dikenal sebagai bapak bom nuklir.
Dalam laporan yang sama, Reuters mengutip sumber tinggi Iran mengonfirmasi Mohsen Fakhrizadeh memiliki tiga paspor dan melakukan banyak perjalanan ke luar negeri, terutama ke negara-negara Asia.
Ilmuwan ini berkomitmen untuk perkembangan teknologi Iran dan menikmati dukungan dari Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.
Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif mengutuk pembunuhan ini oleh teroris. “Teroris membunuh seorang ilmuwan Iran terkemuka hari ini,” tulis Javad Zarif di akun Twitternya.
"Kepengecutan ini, dengan indikasi serius peran Israel, menunjukkan sikap putus asa dari para pelakunya,” lanjut Zarif.
Diplomat berpendidikan Amerika, satu di antara tokoh Iran yang paling dikenal, menyerukan komunitas internasional , terutama Uni Eropa, harus mengakhiri standar ganda mereka .
Mantan pejabat tinggi kebijakan Timur Tengah Pentagon, Michael P Mulroy, mengatakan pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh kemunduran bagi program nuklir Iran.
“Dia adalah ilmuwan nuklir paling senior mereka dan diyakini bertanggung jawab atas program nuklir rahasia Iran,” kata Mulroy dikutip NYTimes.
“Dia juga seorang perwira senior di Korps Pengawal Revolusi Islam, dan itu akan memperbesar keinginan Iran untuk membalas (pembunuhan) secara paksa,” imbuh Mulroy.
Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh menurutnya memberi implikasi luas bagi pemerintahan Joe Biden-Kamala Harris.
Serangan ini dipastikan memicu reaksi tajam Iran, seperti halnya serangan udara AS pada 3 Januari 2020 yang menewaskan Jenderal Qassim Suleimani.
Pembunuhan ini dapat memperumit upaya pemerintahan AS berikutnya yang kemungkinan akan memulihkan kesepakatan nuklir Iran 2015, seperti yang telah dia janjikan.
Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018, meninggalkan sejumlah Negara lain yang terlibat perjanjian ini.
Kesepakatan nuklir Iran 2015 dirancang Presiden Barack Obama. Keputusan Trump itu mengisolasi AS dari sekutu barat yang mencoba mempertahankan perjanjian tersebut.
Trump kemudian menjatuhkan sanksi ketat pada Iran dalam upaya untuk memaksanya kembali ke meja perundingan, tawaran yang ditolak Iran.
Israel sejak lama menentang kesepakatan nuklir ala Obama itu. Mereka mengkhawatirkan pencapaian Iran atas teknologi militer yang mampu mencapai negara mereka.
Aljazeera dalam ulasan terbarunya menilai, pembunuhan Fakhrisadeh ini benar-benar akan menyulitkan Biden dan AS di masa mendatang.
Joe Biden akan kesulitan memulai kembali diplomasi Washington dan Teheran, seperti dijanjikannya di masa kampanye.
Biden-Harris akan resmi menjabat sebagai pemimpin AS pada 20 Januari 2021. Janjinya kembali ke kesepakatan nuklir Iran membalikkan tekanan keras pemerintahan Trump atas Iran.
Meskipun masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan Fakhrizadeh di luar Teheran, para pejabat Iran menuding Israel.
Tindakan keras kemungkinan bisa diambil Iran dalam waktu dekat. “Iran akan melakukan sesuatu seperti ini terhadap Israel atau terhadap AS sendiri,” kata Trita Parsi, Wakil Presiden Eksekutif Quincy Institute, lembaga pemikiran di Washington DC.
Parsi mengatakan pembunuhan Fakhrizadeh, menciptakan situasi "win-win" bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Jika pemerintah Iran merespons, kata Parsi, Netanyahu dapat menyeret Washington ke dalam konfrontasi militer dengan Teheran.
Sementara jika Iran menahan diri, pemimpin Israel itu telah menciptakan suasana yang membuat diplomasi AS dengan Iran lebih sulit.
Usaha Netanyahu Merintangi Kebijakan Biden-Harris
Israel, yang selama bertahun-tahun dituduh melakukan serangkaian pembunuhan terarah terhadap ilmuwan nuklir Iran, menolak untuk segera mengomentari pembunuhan Fakhrizadeh.
“Dari sudut pandang Netanyahu, ini adalah momen baginya untuk bisa melemahkan Biden. Dalam beberapa hal, Biden adalah target sebenarnya di sini,” kata Parsi kepada Al Jazeera.
Trump pertengahan bulan ini telah menyiapkan skenario menggempur Iran. Ia meminta nasihat opsi menyerang fasilitas penelitian nuklir Iran di Natanz, sebelum dia meninggalkan
Pemerintah Iran merespon informasi ini, jika serangan terjadi maka balasan menghancurkan akan dilakukan Iran.
Angkatan Udara AS menerbangkan pembom B-52 jarak jauh dari pangkalannya di North Dakota ke Timur Tengah, untuk mencegah agresi dan meyakinkan mitra dan sekutu AS.
Pernyataan dikeluarkan Komando Pusat AS pada 21 November 2020. Nader Hashemi, Direktur Pusat Studi Timur Tengah di Sekolah Studi Internasional Universitas Denver, mengatakan pembunuhan itu berkorelasi dengan agande pemerintahan Trump.
"Polanya adalah upaya pemerintahan Trump membuat Iran bertekuk lutut, kemungkinan untuk menjatuhkan rezim, untuk melumpuhkannya melalui sanksi maksimum," kata Hashemi kepada Al Jazeera.(Tribunnews.com/Sputniknews/Aljazeera/CNN/NYT/AlMasdarNews/xna)