"Iran selalu menyatakan bahwa program nuklir kami adalah untuk tujuan damai," kata Alireza Miryousefi, Juru Bicara misi Iran untuk PBB.
Dia mengutip fatwa dari pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, yang melarang pengembangan senjata pemusnah massal karena bertentangan dengan Islam.
"Terlepas dari pengetahuan kelembagaan Mohsen Fakhrizadeh dan koneksi kuat dalam rezim, pekerjaan nuklir Iran, yang telah berlangsung selama beberapa dekade, tidak bergantung pada satu ilmuwan," kata Davenport.
"Tidak mungkin bahwa 'kehilangan' satu orang akan menjadi pukulan maut bagi kemampuan Iran untuk mengejar senjata nuklir jika itu memilih untuk melakukannya," katanya.
"Saya tidak melihatnya sebagai pengubah permainan dalam pengertian itu," ucapnya.
Baca juga: Eropa Didesak Tetapkan Peta Jalan Kesepakatan Nuklir Iran dan Tarik AS untuk Rekonsiliasi
Mohsen Fakhrizadeh Bukan Ilmuwan Nuklir Pertama yang Dibunuh
Untuk diketahui, Mohsen Fakhrizadeh bukanlah ilmuwan nuklir senior pertama yang terbunuh di Iran.
Beberapa ilmuwan nuklir Iran tewas selama pemerintahan Obama.
Selain itu, fasilitas nuklir telah dilanda sabotase selama dekade terakhir.
"Tetapi pekerjaan nuklir Iran terus berlanjut dan pengetahuannya tetap utuh," kata para ahli.
Jeffrey Lewis, seorang ahli pengendalian senjata dan profesor di Institut Studi Internasional Middlebury memberikan tanggapan lewat cuitan Twitter.
"Pada 2011, sebuah ledakan menewaskan anggota tim yang mengawasi program rudal jarak jauh Iran, tetapi proyek tersebut segera kembali ke jalurnya," ungkap Lewis lewat unggahan Twitter.
"Iran mengganti tim, menyelesaikan fasilitas baru di dekat Shahrud dan mulai menguji rudal propelan padat berdiameter besar," tulis Lewis dalam twit.
Lewis pun menambahkan, Iran akan dapat melanjutkan program senjata nuklirnya jika itu yang Ayatollah Khamenei pilih untuk lakukan.
Baca juga: Pejabat Senior Teheran: Oposisi Iran dan Israel Dicurigai dalam Kasus Pembunuhan Ilmuwan Nuklir