News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tarik Tentara AS dari Irak, Trump Buka Celah Serangan Terbuka Iran  

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Angkatan Laut Amerika Serikat, pada Selasa (7/7/2020) merilis foto armada laut AS di Pasifik. Di barisan depan dua kapal induk, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan.

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Penarikan sebagian tentara AS dari Irak dan Afghanistan menerbitkan kekhawatiran terbukanya serangan Iran di kawasan itu.

Meski armada kapal induk USS Nimitz telah dikerahkan ke Timur Tengah, peluang konflik besar dan terbuka melibatkan Iran bisa terjadi dalam waktu dekat.

Kekhawatiran ini diungkapkan seorang pejabat pertahanan AS, dikutip Sputniknews, Selasa (8/12/2020), di tengah transisi kekuasaan dari Presiden Donald Trump ke Presiden terpilih Joe Biden.

Kebijakan global AS antara Trump dan Biden diperkirakan akan terjadi secara ekstrem.  Trump memutuskan menarik tentaranya dari Afghanistan akhir tahun ini.

Baca juga: Pasca-Serangan ke Pangkalan Militer AS di Irak, Iran Minta Amerika Tarik Pasukan dari Timur Tengah

Baca juga: Trump Tuding Jerman Nakal Terhadap NATO dan Umumkan Tarik Pasukan AS

Sementara di Irak, dilakukan pengurangan signifikan jumlah tentara berikut segala perlengkapan perangnya. Kontingen militer di Irak ini termasuk pasukan yang diterjunkan ke Suriah utara.  

Menurut pejabat Pentagon yang enggan disebut namanya, USS Nimitz kemungkinan akan ditempatkan di Teluk dalam jangka panjang.

Skuadron jet tempur yang dibawanya bisa dikerahkan secara cepat ke wilayah rawan konflik tersebut, jika diperlukan.

Pertengahan November, pejabat Menteri Pertahanan AS Christopher Miller mengumumkan pada 15 Januari 2021, kehadiran militer AS di Irak dan Afghanistan akan dikurangi menjadi 2.500 personel.

Tak lama setelah itu, penasihat Keamanan Nasional Robert O'Brien mengungkapkan harapan semua tentara AS akan kembali ke tanah airnya pada Mei 2021.

Sebuah laporan media Axios mengatakan bulan lalu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) disiagakan atas kekhawatiran potensi serangan pembalasan terhadap Israel oleh Iran, atau proksi di Suriah, Gaza dan Lebanon.

Spekulasi serangan militer Iran meningkat setelah terjadi pembunuhan ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh. Iran menuduh serangan dilakukan intelijen Israel dan mengancam akan membalas.

Memulangkan kembali tentara AS dari semua medan tempur di dunia adalah janji utama Trump selama kampanye Pemilu 2016.

Secara bertahap program itu ia realisasikan selama masa jabatannya di Gedung Putih. Pada 2018, Presiden AS mengumumkan penarikan pasukan dari Suriah.

Namun, proses menjadi berlarut-larut karena Washington mengumumkan akan mempertahankan kontingen tempurnya guna mengamankan ladang minyak di Suriah.

Sejauh ini, terdapat sekitar 3.000 tentara AS di Irak, dan sekitar 4.500 tentara AS di Afghanistan.

Menurut laporan Departemen Pertahanan, perang di Afghanistan, Irak dan Suriah telah menyedot anggaran AS lebih dari $ 1,57 triliun sejak serangan 9/11.

Jenderal Llyod Austin Calon Kuat Menteri Pertahanan AS

Di Washington, mulai terjadi tarik menarik siapa yang akan memimpin Pentagon di pemerintahan Biden-Harris.

Pensiunan bintang empat Angkatan Darat AS, Lloyd Austin, muncul sebagai kandidat kuat. Ia jenderal penuh yang berlatar AfroAmerika.

Dikutip Politico.com, Biden dilaporkan telah memilih Austin untuk menjabat sebagai pemimpin berikutnya dari Departemen Pertahanan AS.

Laporan itu juga mencatat Biden telah mempertimbangkan Jeh Johnson, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Keamanan Dalam Negeri dari 2013 hingga 2017.

Tapi Austin akhirnya dipilih sebagai akibat dari kaitan Johnson dengan kebijakan perluasan penahanan keluarga dan deportasi imigran ilegal, kebijakan di era Trump.

Seorang mantan pejabat pertahanan mengatakan, tim Biden merasa Austin sejauh ini adalah pilihan paling aman untuk job itu, dibandingkan Johnson dan Michèle Flournoy.

Pengungkapan itu datang hanya beberapa jam setelah laporan muncul pada hari sebelumnya Biden akan secara resmi mengumumkan pilihannya pada Jumat.

Senator Bennie Thompson (D-MO), anggota Kongres Kaukus Hitam, sebelumnya mengatakan dibutuhkan lebih banyak orang Afrika-Amerika di cabinet Biden-Harris.

Terlepas pandangan Austin sebagai pilihan "aman" di antara para kandidat lain, Austin masih harus menghadapi perjuangan berat terkait status masa pensiunnya.

Syarat konstitusional menyebutkan, pejabat militer terpilih di jabatan menteri, harus sudah pensiun setidaknya tujuh tahun sebelum diangkat ke posisi seperti itu.

Austin belum genap tujuh tahun lepas dinas dari AD AS. Namun preseden sebelumnya sudah ada, yaitu ketika Jim Mattis diangkat sebagai Menhan AS. Ia juga belum genap 7 tahun lepas dinas.

Namun, sekarang muncul sentimen menentang penerbitan kelonggaran tersebut. Aturan tujuh tahun telah diterapkan sebagai upaya memastikan kontrol sipil atas pertahanan AS.(Tribunnews.com/Sputniknews/Politico/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini