TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clintonmenyokong pembuatan film dokumenter tentang wanita-wanita pejuang Kurdi.
Film dokumenter itu diproduksi HiddenLightProductions, yang selain Hillary, juga didukung putrinya, Chelsea Clinton, Roma Khanna, serta Sam Branson dan Johnny Webb.
Perusahaan produksi dari Inggris, Sundog, telah memperoleh hak adaptasi serial dokumenter televisi yang diberi judul “The Daughters of Kobani”.
Cerita dokumenter itu disadur dari buku yang akan diterbitkan Penguin Press, ditulis Gayle Tzemach Lemmon. Buku akan diluncurkan pertengahan Februari 2021.
Baca juga: Hillary Clinton Dukung Joe Biden Melenggang di Pemilu AS 2020
Baca juga: Setelah Bill Clinton di 1992, Demokrat Kembali Menangkan Georgia Lewat Joe Biden Di 2020
Serial dokumenter itu didedikasikan untuk perempuan Kurdi, tidak hanya sebagai kekuatan tempur terpisah di lapangan, tetapi sebuah kelompok yang berusaha untuk mempromosikan tujuan politik mereka secara jelas.
"The Daughters of Kobani adalah kisah luar biasa tentang wanita pemberani dan pemberontak yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan,” kata Hillary Clinton dikutip Sputniknews.com, Selasa (26/1/2021).
“Kami menciptakan HiddenLight untuk merayakan para pahlawan, yang keberaniannya terlalu sering diabaikan. Kami sangat bersemangat menghadirkan inspirasi ini cerita kepada pemirsa di seluruh dunia," imbuhnya.
Namun demikian, para komentator meragukan Hillary Clinton di seri dokumenter ini akan secara jujur menguak kisah-kisah lain di balik problem Kurdi, bukan hanya peristiwa 10 tahun terakhir di wilayah Irak dan Suriah.
"Hai @HillaryClinton. Saya sangat berharap judul pembuka acara TV baru Anda tentang Kurdi menyertakan informasi kontekstual yang tepat!” kata seorang pemirsa mengomentari narasi Hillary.
Ia menggugat posisi politik Amerika yang mendukung Irak saat genosida mereka 1988 atas warga Kurdi di era Saddam Hussein.
"Apakah dia akan memasukkan bagian-bagian tentang bagaimana Departemen Luar Negeri (AS) mempersenjatai dan melatih kelompok-kelompok jihadis yang meneror para wanita ini dan komunitas mereka, atau dukungan suaminya untuk kekejaman Turki terhadap Kurdi di 1990-an?" protes komentator lain.
"Saya pikir dia hanya memanfaatkan Kurdi karena selama beberapa tahun terakhir kami telah menjadi sangat populer dan dicintai. Jadi subjek apa yang bisa lebih baik daripada Kurdi untuk sebuah pertunjukan?" kata pemirsa lainnya.
Hillary Clinton dianggap aktor sangat penting saat pecah perang saudara di Irak dan Suriah. Di masanya, kelompok brutal ISIS nyaris menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah.
Etnis Kurdi dan kaum Yazidi di Irak dan Suriah menjadi sasaran kekejaman kelompok ultrafanatik yang dipimpin Abu Bakr Al Baghdady.
"The Daughters of Kobani" konon menggambarkan kemajuan gemilang pejuang wanita Kurdi yang melawan ISIS di Suriah utara.
Kisahnya disarikan dari ratusan jam wawancara dan laporan dari lapangan. Menurut serial ini, para perempuan Kurdi tak hanya bertempur secara fisik, tetapi juga menyebarkan visi politik mereka sendiri.
Terutama perjuangan mencapai kesetaraan gender, dan membalas dendam pada para pria yang membeli dan menjual kaum wanita. Caranya, melawan mereka rumah demi rumah, jalan demi jalan, kota demi kota.
Resume kisah ini diwartakan Penguin Random House. Sepanjang jalan, para wanita Kurdi digambarkan berhasil mendapatkan rasa hormat, dan dukungan militer yang luar biasa dari Pasukan Operasi Khusus AS.
Diluncurkan Desember 2020, HiddenLight Productions adalah studio global yang bermaksud membuat hiburan dokumenter, tanpa naskah, dan bernaskah untuk TV, film, dan digital.
Proyek pertamanya disebut "Gutsy Women", dan pesanan langsung ke seri untuk Apple TV + terinspirasi "The Book of Gutsy Women: Favourite Stories of Courage and Resilience" yang ditulis oleh Hillary dan Chelsea Clinton.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)