Langkah itu terjadi setelah kemenangan telak partai Suu Kyi dalam pemilihan November lalu. Tapi pihak militer mengklaim pemilu dirusak oleh banyak penyimpangan.
Suu Kyi pun mendesak para pendukungnya untuk "memprotes kudeta".
Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, diperintah oleh angkatan bersenjata hingga 2011. Kondisinya berubah ketika reformasi demokrasi yang dipimpin oleh Suu Kyi mengakhiri kekuasaan militer.
Seorang penduduk kota utama Myanmar, Yangon, mengatakan kepada BBC bahwa dia mengatahui kondisi kudeta saat bersiap untuk jalan-jalan pagi. Dia menerima pesan dari seorang teman yang memberitahunya tentang penahanan Suu Kyi.
Pria berusia 25 tahun ini pun langsung memeriksa media sosialnya.
Dia meminta namanya tidak disebutkan karena takut akan "pembalasan".
"Bangun untuk mengetahui bahwa dunia Anda telah benar-benar terbalik dalam semalam bukanlah perasaan baru, tetapi perasaan yang saya pikir telah kita tinggalkan, dan perasaan yang tidak pernah terpikir oleh kita akan dipaksa untuk kita rasakan lagi," dia berkata, merefleksikan masa kecilnya di bawah pemerintahan militer.
"Yang benar-benar mengejutkan saya adalah melihat bagaimana menteri daerah kita semua ditahan. Karena ini artinya mereka benar-benar mengambil semua orang, bukan hanya Aung San Suu Kyi," tambahnya.
Gangguan internet Myanmar
Ketika militer mengambil alih kekuasaan, gangguan internet memengaruhi area yang luas.
Pembatasan dimulai pada pukul 03.00 pada Senin waktu setempat. Konektivitas internet turun hingga 50 persen dari tingkat normal konektivitas internet pada pukul 08:00.
Data tersebut menunjukkan gangguan yang memengaruhi operator jaringan termasuk Myanma Post and Telecommunications (MPT) milik negara dan operator internasional Telenor, menurut layanan pemantauan internet Netblocks.
Netblocks mengatakan temuannya menunjukkan mekanisme gangguan diatur secara terpusat. Prosesnya berkembang dari waktu ke waktu karena operator “mematuhi perintah”.
Pada tengah hari, konektivitas internet tampaknya kembali hingga 75 persen.