TRIBUNNEWS.COM - Pria bernama Anthony Pium belakangan viral di Inggris karena berusaha melarikan diri dari hotel tempatnya dikarantina.
Bahkan demi dibebaskan, Pium nekat mogok makan makanan Hotel Radisson Blu Edwardian, dekat London Heathrow, lokasinya isolasi itu.
Menurut aturan karantina baru yang diberlakukan pada Senin lalu, orang yang masuk Inggris dari negara berisiko tinggi atau masuk 'daftar merah' wajib karantina mandiri.
Isolasi itu dilakukan di hotel selama 10 hari dengan biaya 1.750 poundsterling atau sekira Rp 33 juta, dikutip dari Metro UK.
Pendatang harus mengisi formulir berisi detail lokasi sebelum dan sesudah kedatangan untuk melacak keberadaan mereka.
Bagi yang melanggar aturan ini akan didenda 10.000 poundsterling (Rp 195,5 juta) atau 10 tahun penjara atau bisa keduanya.
Baca juga: Penjelasan Satgas Covid-19 soal Waktu Karantina Pelaku Perjalanan Internasional Hanya 5 Hari
Baca juga: Tujuh WNI yang Ditangkap Polisi Malaysia Bakal Dikarantina 10 Hari, Pihak Keluarga Tak Terima
Staf hotel mengatur kapan tamu boleh keluar untuk olahraga, mencari udara segar, atau merokok untuk didampingi keamanan.
Tetapi para staf di Hotel Radisson Blu menjelaskan kepada Pium bahwa tidak ada yang diizinkan keluar dari pintu depan.
Pium mengatakan mengisi formulir agar diizinkan pulang ke Inggris setelah bekerja di Sao Paulo, Brasil.
Dia mengaku mengisi dokumen itu 'di bawah tekanan' dan menyertakan rincian rekening banknya yang hanya berisi 17 poundsterling (sekira Rp 335.000) sehingga tidak mampu membayar biaya karantina.
"Saya hanya ingin kembali ke (Inggris), karantina di rumah dan melihat putra saya yang berusia delapan tahun, dan saya benar-benar merindukannya," keluh Pium.
"Saya tidak percaya saya telah diperlakukan seperti ini. Saya telah ditawan di bawah tekanan. Mereka mencoba menyajikan makanan olahan yang tidak saya makan."
"Seseorang memotong salad tikka ayam yang tidak terlihat seperti salad tikka ayam dan saya menolak untuk memakannya. Saya melakukan mogok makan. Saya tidak akan menyentuh makanan yang mereka berikan kepada saya. Mereka harus mengeluarkan saya dari sini," ujar Pium.
Pium mengatakan dia yakin tidak terinfeksi virus corona saat melakukan serangkaian tes sebelum bertolak ke Inggris.
Namun terlepas dari ini, orang yang menginap di hotel karantina di Inggris Raya diharuskan melakukan dua tes, satu pada hari kedua dan satu lagi pada hari kedelapan.
Pium mengatakan dia berharap mendapatkan bantuan hukum untuk membantu keluar dari hotel dan mengatakan dia memiliki bisnis.
Sebelumnya, foto Pium sedang mengangkat laptop berisi kalimat protes di balik kaca hotel viral di Inggris.
Dilansir Irvine Times dari PA, Pium mengatakan kopernya hilang di bandara sehingga ia tidak memiliki benda penting lagi.
Menurutnya staf hotel ceroboh dan sembrono soal tindakan pencegahan kebersihan.
"Saya benar-benar kesal, saya sangat frustrasi, dan saya merasa ini mengubah pandangan saya tentang bagaimana polisi dan pemerintah membantu orang-orang dalam krisis ini," jelas Pium kepada PA.
Pria 30 tahunan ini merasa kembali ke tempat tinggalnya, Inggris, lebih sengsara dibandingkan saat berada di Brasil.
Baca juga: Jalani Isolasi Mandiri di Rumah Karena Corona, Satu Warga di Jakarta Timur Jadi Korban Banjir
Baca juga: Rentan Penularan, Ini Cara Buang Masker untuk yang Isolasi Mandiri di Rumah, Diberi Plastik Khusus
"Mereka menjebak saya di kamar dan, sejujurnya, itu adalah pengalaman terburuk dalam hidup saya," katanya.
"Barang bawaan seharusnya ada di sini pada sore hari (Kamis) tapi mereka tidak bisa menjaminnya, dan sementara itu saya harus tetap memakai pakaian yang sama dengan yang saya pakai selama penerbangan selama 15 jam."
"Ini sangat memalukan dan tidak higienis."
Pium bekerja sebagai agen perjalanan di Brasil, dia telah menjalani tes PCR dan dua kali tes antigen yang semuanya negatif.
Lebih lanjut pria ini bercerita ruangannya tidak memiliki sirkulasi udara yang baik dan dia tidak ingin jatuh sakit di sana.
"Satu atau dua dari mereka (staf atau petugas di hotel) bahkan tidak memakai masker," kata Pium.
"Saya belum melihat banyak hal lain yang melanggar pedoman selain dari jarak sosial, karena mereka tidak memiliki ukuran jarak sosial yang tepat," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)