News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presiden Biden Telepon Raja Salman, Bahas Pengakhiran Perang Yaman

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Asap membubung dari markas militer yang dikuasai Houthi yang terkena serangan udara koalisi Saudi di Sana'a, Yaman (3/6/2015)

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud, Kamis (25/2/2021) waktu Washington, ketika AS bersiap untuk merilis laporan tentang pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi pada 2018.

Biden menekankan komitmen AS untuk memastikan keamanan Arab Saudi dari ancaman dari Iran dan membahas upaya diplomatik baru untuk mengakhiri perang di Yaman. Pernyataan ini dikeluarkan biro komunikasi Gedung Putih.

Biden dan raja Saudi disebutnya membahas kemitraan jangka panjang antara AS dan Arab Saudi, dan komitmen AS untuk membantu Arab Saudi mempertahankan wilayahnya saat menghadapi serangan dari kelompok-kelompok yang berpihak pada Iran.

"Presiden mencatat secara positif pembebasan beberapa aktivis Saudi-Amerika dan Ms Loujain al-Hathloul baru-baru ini dari tahanan, dan menegaskan pentingnya AS menempatkan hak asasi manusia universal dan supremasi hukum," kata siaran pers Gedung Putih.

Al-Hathloul, seorang aktivis terkemuka yang mengadvokasi hak perempuan untuk mengemudi di Arab Saudi, dibebaskan dari penjara Saudi pada 10 Februari setelah hampir tiga tahun di balik jeruji besi.

Di Riyadh, Raja Salman menekankan pada kedalaman hubungan antara kedua negara, dan pentingnya memperkuat kemitraan antara mereka untuk melayani kepentingan mereka dan mencapai keamanan dan stabilitas di kawasan dan dunia.

Pernyataan ini disiarkan kantor berita Saudi Press Agency (SPA). Pemerintahan Biden yang baru telah mengambil sikap yang lebih keras terhadap Riyadh daripada pemerintahan Trump sebelumnya, mendorong diakhirinya perang saudara di Yaman.

Mereka juga menekankan pengakuan yang lebih besar terhadap hak asasi manusia di kerajaan. "Pemerintahan kami focus mengkalibrasi ulang hubungan tersebut," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki  sebelum Biden dan Raja Salman bertelepon.

“Tentu, ada area di mana kami akan mengungkapkan keprihatinan dan membiarkan opsi akuntabilitas terbuka,” kata Psaki.

“Ada juga area di mana kami akan terus bekerja dengan Arab Saudi mengingat ancaman yang mereka hadapi di wilayah tersebut,” katanya.

Para pejabat Biden siap untuk merilis kepada publik laporan intelijen yang tidak diklasifikasikan dari agen mata-mata AS tentang pembunuhan Khashoggi pada Oktober 2018 di dalam konsulat Saudi di Istanbul.

Laporan tersebut, yang diwajibkan oleh Kongres, kemungkinan akan mengakui secara resmi untuk pertama kalinya intelijen AS menunjukkan Khashoggi dibunuh oleh regu pembunuh bayaran Saudi yang bertindak atas perintah Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Biden pada 4 Februari mengumumkan dia akan menghentikan dukungan militer AS untuk kampanye militer yang dipimpin Saudi di Yaman. Operasi militer itu disalahkan karena menargetkan warga sipil dan menyebabkan krisis kemanusiaan di Yaman.

Dia menunjuk diplomat AS Timothy Lenderking sebagai utusan khusus untuk konflik Yaman dan mengisyaratkan pemerintahannya akan membalikkan tuduhan pemerintahan Trump yang menempatkan Houthi sebagai kelompok teroris.

Biden juga telah memberlakukan pembekuan sementara atas penjualan jet tempur canggih F-35 ke Uni Emirat Arab dan amunisi berpemandu presisi ke Arab Saudi sambil menunggu peninjauan.

Dalam panggilan pada hari Kamis dengan raja Saudi, Biden berjanji untuk bekerja untuk membuat hubungan bilateral sekuat dan transparan mungkin.(Tribunnews.com/Aljazeera/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini