Ia tewas akibat tembakan tersebut.
"Saat kami [sedang] menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita yang menjadi saksi penembakan.
"Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan," lanjutnya.
Reaksi Internasional
Para kepala pertahanan dari belasan negara mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar.
AS, Jepang, hingga Australia termasuk di antaranya.
Mereka menandatangani sebuah pernyataan yang menyatakan "Seorang militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi - bukan merugikan - orang-orang yang dilayaninya."
Pemerintah Inggris juga mendesak semua warga negaranya di Myanmar untuk meninggalkan negara itu secepat mungkin.
Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan (FCDO) mengatakan, saran tersebut disampaikan karena terjadi peningkatan kekerasan yang signifikan pada Sabtu (27/3/2021) lalu.
"Kami sebelumnya menasihati warga negara Inggris untuk pergi kecuali mereka memiliki kebutuhan mendesak untuk tinggal," tambahnya.
Baca juga: AS dan Inggris Jatuhkan Sanksi terhadap Perusahaan yang Dikendalikan Militer Myanmar
Baca juga: AS Tambahkan Kepala Polisi dan Unit Militer Myanmar ke Daftar Hitam karena Lakukan Tindak Kekerasan
Sementara itu, AS mengaku ngeri dengan pembunuhan yang dilakukan militer Myanmar.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut militer "mengorbankan nyawa rakyat untuk melayani segelintir orang."
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dirinya "sangat terkejut" dengan kekerasan itu.
Sementara Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menyebutnya sebagai "titik terendah baru".
Pelapor Khusus PBB, Tom Andrews, menyerukan pertemuan darurat internasional.
Di sisi lain, hingga kini, China dan Rusia belum ikut serta dalam memberikan kritik kepada militer Myanmar.
Berita lain terkait krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)