Beberapa warga mengkritik kesepakatan ASEAN dengan pemimpin junta Militer di media sosial.
"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang telah dilecehkan, dibunuh dan diteror oleh militer," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.
"Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."
Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa yang tidak bersalah?"
Baca juga: Netizen Myanmar Kritik Konsensus KTT ASEAN, Sebut Tak Ada Pertanggungjawaban untuk Korban Tewas
Phil Robertson, wakil direktur Asia Human Rights Watch, mengatakan sangat disayangkan bahwa hanya pemimpin junta militer yang mewakili Myanmar dalam pertemuan itu.
"Tidak hanya perwakilan rakyat Myanmar yang tidak diundang dalam pertemuan Jakarta tetapi mereka juga ditinggalkan dari konsensus, " katanya dalam sebuah pernyataan.
"Kurangnya target waktu yang jelas untuk bertindak, dan kelemahan ASEAN yang terkenal dalam mengimplementasikan keputusan dan rencana yang menjadi masalahnya, adalah kekhawatiran nyata yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun."
Pertemuan ASEAN adalah upaya internasional terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar, negara miskin yang bertetangga dengan China, India dan Thailand dan telah bergejolak sejak kudeta.
Selain aksi protes, kematian dan penangkapan, pemogokan nasional telah melumpuhkan aktivitas ekonomi.
Baca juga: Jokowi Minta 3 Komitmen Junta Militer Myanmar, Hentikan Kekerasan hingga Pembukaan Akses Bantuan
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, yang terdiri dari tokoh-tokoh pro-demokrasi, sisa-sisa pemerintahan Suu Kyi yang terguling dan perwakilan kelompok etnis bersenjata, mengatakan menyambut konsensus tercapai tetapi menambahkan junta harus memegang komitmen pada perjanjian yang disepakati.
"Kami menantikan tindakan tegas ASEAN untuk menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami," kata Dr. Sasa, juru bicara NUG.
Selain kepala junta, para pemimpin Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja dan Brunei berada dalam pertemuan itu, bersama dengan menteri luar negeri Laos, Thailand dan Filipina.
NUG tidak diundang tetapi berbicara secara pribadi kepada beberapa negara yang berpartisipasi sebelum pertemuan. (Reuters/The Star)