TRIBUNNEWS.COM - Aksi bom bunuh diri dengan truk menghantam sebuah wisma di Afghanistan timur pada Jumat (30/4/2021).
Peristiwa ini terjadi di Pul-e-Alam, Ibu Kota Provinsi Logar, Afghanistan.
Dalam serangan tersebut, Kementerian Dalam Negeri menyatakan, sebanyak 21 orang dilaporkan tewas dan 91 lainnya terluka.
Mengenai hal ini, tidak ada pihak yang langsung mengaku bertanggung jawab atas pemboman dan tidak ada indikasi mengapa wisma itu menjadi sasaran.
Melansir Al Jazeera, pihak berwajib mengaku khawatir jumlah korban tewas bisa meningkat.
Baca juga: AS Perintahkan Staf Kedutaan Tinggalkan Kabul Jelang Diakhirinya Perang 20 Tahun di Afghanistan
Baca juga: Konferensi Perdamaian Perang Afghanistan di Turki Ditunda, Taliban Enggan Datang
Di Afghanistan, wisma adalah penginapan yang sering disediakan secara gratis oleh pemerintah, biasanya untuk orang miskin, pelancong dan pelajar.
Serangan itu terjadi pada malam dari tanggal resmi yang ditetapkan untuk dimulainya penarikan terakhir pasukan AS dan NATO dari Afghanistan.
Menurut kepala dewan Provinsi Logar, Hasibullah Stanekzai, ledakan itu terjadi tepat ketika para tamu berbuka puasa.
Dia membeberkan, siswa sekolah menengah yang telah tinggal di rumah tersebut menjadi korban ledakan.
Diketahui, siswa sekolah itu tengah melakukan perjalanan ke Ibu Kota provinsi untuk mengikuti ujian masuk universitas.
Beberapa anggota milisi pro-pemerintah yang tinggal di sana sambil menunggu transportasi udara ke kabupaten lain juga dilaporkan jadi korban.
Baca juga: AS Putuskan Tarik Pasukannya, Partai Gelora: Upaya Hentikan Konflik di Afghanistan
Baca juga: Afghanistan Takut Terjadi Perang Saudara saat Amerika Tarik Semua Pasukan Militernya Nanti
Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan, puluhan orang telah dibawa ke rumah sakit, beberapa dalam kondisi kritis.
Kekerasan di Afghanistan telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan AS akan menarik tentaranya pada 11 September, untuk mengakhiri 20 tahun kehadiran militer asing.
Keputusan itu membuat marah Taliban yang telah menandatangani kesepakatan dengan Presiden AS sebelumnya Donald Trump bahwa pasukan tertentu akan pergi dari negara itu pada 1 Mei, tunduk pada jaminan keamanan tertentu.
Baca juga: CIA Posting Status Akui Pasok Senjata ke Cikal Bakal Taliban Afghanistan
Nasib Pemerintah Afghanistan
Dilansir Reuters, kabar rencana Biden mengumumkan penarikan pasukan membuat komunitas intelijen AS prihatin dengan nasib pemerintah Afghanistan.
"Pemerintah Afghanistan akan berjuang untuk menahan Taliban jika koalisi menarik dukungan," kata pihak AS, yang dikirim ke Kongres.
"Kabul terus menghadapi kemunduran di medan perang, dan Taliban yakin bisa mencapai kemenangan militer," tambahnya.
Biden ingin mempertahankan 2.500 tentara di Afghanistan sampai lewat tenggat waktu 1 Mei, tetapi para pejabat menyarankan pasukan dapat sepenuhnya berangkat sebelum 11 September.
Jumlah pasukan AS di Afghanistan mencapai puncaknya pada 2011 dengan total lebih dari 100.000 personel.
Perang Afghanistan
Rencana Biden untuk menarik Pasukan AS pada 11 September menjadi sorotan.
Pasalnya, 11 September adalah tanggal yang simbolis, di mana 20 tahun lalu terjadi penyerangan Menara Kembar World Trade Center oleh Al-Qaeda.
Setelah itu Presiden George W. Bush memerintahkan Perang Melawan Terorisme dengan misi menangkap Osama bin Laden, pendiri Al-Qaeda.
Baca juga: 12 Teroris Jawa Timur yang Ditangkap Densus 88 Kerap Disebut Kelompok Fahim, Terafiliasi Alqaeda
Perang ini telah merenggut 2.400 nyawa militer Amerika Serikat dan menghabiskan USD 2 triliun.
Pasukan AS melacak dan membunuh pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden di Pakistan pada 2011 selama kepresidenan Barack Obama.
Pasukan AS meninggalkan Irak pada 2011 di bawah kepemimpinan Obama.
Namun dikerahkan kembali saat kepresidenan Donald Trump sebagai respons atas ancaman ISIS.
Berita lain terkait Afghanistan
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Ika)