"Meski Suzy hanya mengalami memar fisik selama tujuh jam di bawah reruntuhan, gadis muda itu berada dalam trauma dan syok yang parah," kata Dokter anak Dr. Zuhair Al-Jaro.
Sementara, ia mengatakan, rumah sakit tidak bisa memberi perawatan psikologis yang Suzy butuhkan karena pertempuran yang sedang berlangsung.
"Dia mengalami depresi berat," tegas sang dokter.
Saat ayahnya diwawancarai, Suzy duduk di tempat tidur di sebelahnya.
Baca juga: Kenapa Israel Hancurkan Rumah, Serang Warga, dan Gedung Vital di Gaza? Ini Penjelasan Analis
Suzy diam dan mengamati wajah orang-orang di ruangan itu, tetapi jarang melakukan kontak mata.
Ketika ditanya apa yang dia inginkan ketika dia besar nanti, dia berpaling.
Ketika ayahnya mulai menjawab, mengatakan Suzy ingin menjadi seorang dokter, gadis itu mulai menangis dengan keras.
Pria berusia 42 yang baru-baru ini berhenti bekerja sebagai pelayan karena penguncian virus corona mengatakan, Suzy cerdas dan paham teknologi serta menyukai smartphone dan tablet.
"Dia menjelajahinya, dia memiliki lebih banyak pengalaman berurusan dengan mereka daripada saya," katanya.
"Dia juga suka belajar dan akan mengumpulkan semua saudara kandungnya ke dalam sebuah "kelas" permainan, mengambil peran sebagai guru mereka," tambah Riad.
Kisah Suzy menjadi satu dari sekian cerita dampak pertempuran antara Israel dan Palestina selama dua pekan terakhir ini.
Baca juga: Jurnalis Palestina Tewas di Rumahnya dalam Serangan Udara Israel
Anak-anak sangat rentan mengalami trauma dalam pemboman masif yang dilakukan tentara Israel di Jalur Gaza.
Sejauh ini, konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza menewaskan 217 orang dari pihak Palestina, dengan 63 di antaranya anak-anak.
Sementara di pihak Israel, 12 orang telah terbunuh oleh roket Hamas, termasuk bocah berusia 5 tahun.