TRIBUNNEWS.COM - Partai oposisi Israel sudah sepakat dan selesai membentuk pemerintahan baru untuk menggulingkan masa jabatan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemimpin oposisi ini, Yair Lapid dari Partai Yesh Atid mengumumkan bahwa koalisi delapan faksi telah terbentuk.
Koalisinya mengikuti aturan rotasi, di mana jabatan Perdana Menteri Israel lebih dulu akan diserahkan pada Naftali Bennett, sekutunya dari partai sayap kanan Yamina.
Setelah itu barulah Yair Lapid berkuasa.
Sementara itu, Perdana Menteri Netanyahu berusaha menjegal oposisinya dengan menyebut 'pemerintah sayap kiri' yang baru itu berbahaya.
Saat kesepakatan koalisi Lapid diumumkan, Netanyahu mendesak agar anggota Parlemen Israel (Knesset) menentang koalisi.
Baca juga: Partai Oposisi Israel Capai Kesepakatan Koalisi, Buka Jalan bagi Keluarnya Netanyahu dari Jabatannya
Baca juga: WHO: Hampir 200 Ribu Warga Palestina Butuhkan Bantuan Medis setelah Konflik Hamas-Israel di Gaza
Dilansir BBC, koalisi baru ini masih perlu persetujuan dari hasil pemungutan suara di Knesset sebelum dilantik.
Pemungutan suara akan berlangsung selama beberapa hari.
Sehingga masih ada kemungkinan koalisi oposisi Netanyahu itu batal bila ada partai yang membelot.
"Saya berjanji bahwa pemerintah ini akan bekerja untuk melayani semua warga negara Israel, mereka yang memilihnya dan mereka yang tidak," bunyi pernyataan Lapid, mengatakan dia telah memberi tahu Presiden Israel Reuven Rivlin soal perjanjian alih kekuasaan dengan Naftali Bennett.
"Ini akan menghormati lawan-lawannya dan melakukan segala daya untuk menyatukan dan menghubungkan semua bagian masyarakat Israel."
Dalam catatannya kepada presiden, Lapid mengatakan dia akan memimpin pemerintahan bersama Bennett.
Lapid menulis bahwa dia akan naik sebagai perdana menteri pada 27 Agustus 2023.
Presiden Rivlin telah meminta parlemen untuk bersidang sesegera mungkin untuk mengadakan mosi tidak percaya.