Varian Delta yang sangat menular adalah jenis virus corona tercepat dan terkuat yang pernah ada dan akan mengambil orang yang paling rentan, terutama di tempat-tempat dengan tingkat vaksinasi Covid-19 yang rendah.
“Varian Delta ini lebih cepat, lebih bugar daripada varian sebelumnya, dan oleh karena itu jika ada orang yang dibiarkan tanpa vaksinasi, mereka tetap berada pada risik tertinggi,” kata Ryan.
Bahkan WHO melabeli varian Delta sebagai varian yang menjadi perhatian bulan lalu.
Sebuah varian dapat diberi label sebagai 'perhatian' jika terbukti lebih menular, lebih mematikan, atau lebih resisten terhadap vaksin.
Baca juga: Varian Delta Bikin Sydney Hadapi Masa Paling Menakutkan Sejak Pandemi Dimulai
Baca juga: Varian Delta Catat 20 Persen Kasus Baru Covid-19 AS, Ahli Medis Prediksi Akan Jadi Strain Dominan
"Varian Delta sekarang menggantikan Alpha, varian yang sangat menular yang melanda Eropa dan kemudian AS awal tahun ini," ujar Dr. Paul Offit, Direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia dikutip Tribunnews dari CNBC News, Kamis (24/6/2021).
Maria Van Kerkhove, Pejabat Teknis WHO untuk Covid-19 mengungkapkan varian Delta kini telah menyebar ke 92 negara.
Varian ini membuat setidaknya 10% dari semua kasus baru di Amerika Serikat.
Inggris baru-baru ini melihat varian Delta menjadi strain dominan di sana, melampaui varian Alpha yang pertama kali terdeteksi disana.
Varian Delta sekarang membuat lebih dari 60% kasus baru di Inggris
Ia mengatakan ada laporan bahwa varian delta juga menyebabkan gejala yang lebih parah, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi kesimpulan tersebut.
Namun ada tanda-tanda varian Delta dapat memicu gejala yang berbeda dari varian lainnya.
"Tidak ada varian yang benar-benar menemukan kombinasi penularan tinggi dan mematikan, tetapi varia Delta adalah yang paling mampu dan tercepat dan terkuat dari virus-virus lainnya,” kata Maria.
Maria mengungkapkan jika saat ini belum ada vaksin yang tepat untuk melindungi dari bahaya varian Delta.
WHO telah mendesak negara-negara kaya, termasuk Amerika Serikat untuk menyumbangkan dosis vaksinnya.