TRIBUNNEWS.COM - Inilah rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dalam 24 jam terakhir.
Pencampuran vaksin dari 2 merek berbeda menjadi tren di beberapa negara, seperti Kanada dan Thailand. Namun, apakah WHO merekomendasikan cara ini?
Sementara itu, setelah upaya vaksinasi cepat turunkan kasus dan kematian akibat Covid, warga Israel berhenti memakai masker dan mengabaikan semua aturan jarak sosial.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menyebut China dan Rusia memiliki tujuan politik di balik distribusi vaksin Covid-19 produksinya di beberapa negara.
Di Afrika Selatan, kerusuhan masih berlanjut.
Kerusuhan itu terjadi setelah mantan Presiden Jacob Zuma menyerahkan diri kepada pihak berwenang.
1. Soal Pencampuran Vaksin Covid-19 dari 2 Merek Berbeda, Ini Kata WHO
Pencampuran dua vaksin Covid-19 dari merek yang berbeda menjadi tren di sejumlah negara, seperti Kanada dan juga Thailand.
Baru-baru ini, WHO mengeluarkan pernyataan tentang penggunaan dua vaksin yang berbeda.
Namun pernyataan itu sempat menimbulkan kesalahpahaman dan kebingungan.
Apa yang terjadi?
Dilansir CBC, pada konferensi pers hari Senin (12/7/2021) lalu, Dr Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO, menjawab pertanyaan wartawan tentang apakah dosis ketiga vaksin COVID-19, atau suntikan booster, diperlukan.
Pertanyaan itu muncul setelah Pfizer meminta persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk membuat dosis ketiga.
Baca juga: Ramai Vaksin Booster, WHO Beri Peringatan, Tidak Mencampur dan Mencocokan Vaksin Satu dan Lainnya
Dengan penjelasan panjang, Swaminathan pada akhirnya memperingatkan agar individu tidak boleh memutuskan sendiri apakah mereka membutuhkan dosis tambahan atau tidak.
Namun, headline yang muncul di berbagai media internasional justru tidak sesuai.
Headline di Reuters berbunyi, "WHO Warns Against People Mixing And Matching COVID Vaccines" atau "WHO Memperingatkan Orang-orang yang Mencampur dan Mencocokkan Vaksin Covid-19".
Hal itu memicu kekhawatiran tentang pendekatan program vaksinasi di Kanada, yang menggunakan pencampuran vaksin.
2. Israel Ubah Strategi Penanganan Covid-19 Sejak Varian Delta Merebak, Bennett: Hidup dengan Virus
Israel merayakan kehidupan normal setelah pertempuran melawan Covid-19 empat pekan lalu.
Sebagian besar orang Israel berada di kelompok berisiko sudah divaksinasi Covid-19.
Setelah upaya vaksinasi cepat dinilai menurunkan kasus dan kematian akibat virus corona, warga Israel berhenti memakai masker dan mengabaikan semua aturan jarak sosial.
Beberapa waktu kemudian, varian Delta yang lebih menular muncul dan lonjakan infeksi memaksa Perdana Menteri israel Naftali Bennet untuk menerapkan kembali beberapa pembatasan Covid-19.
Baca juga: PM Israel Naftali Bennett Kirim Peringatan ke Hamas: Kesabaran Kami Sudah Habis
Baca juga: POPULER Internasional: Pria Turunkan BB 80 Kg dalam Setahun | Profil PM Israel Naftali Bennett
Dilansir Al Jazeera, Bennett pun harus memikirkan kembali strategi penanganan Covid-19 di Israel.
Di bawah kebijakan yang ia sebut "penindasan lunak", pemerintah ingin orang Israel belajar hidup dengan virus.
Warga Israel akan ditempatkan pada pembatasan sesedikit mungkin dan pemerintah berencana untuk menghindari penguncian nasional, yang jika dilaksanakan akan menjadi yang keempat kalinya.
Sebab, penerapan penguncian dianggap dapat membahayakan ekonomi Israel.
"Menerapkan strategi akan memerlukan pengambilan risiko tertentu, tetapi dalam keseluruhan pertimbangan, ini adalah keseimbangan yang diperlukan," ucap Bennet pekan lalu.
Indikator utama yang dipakai untuk langkah ini adalah jumlah kasus Covid-19 yang parah di rumah sakit, saat ini sekitar 45.
3. Jerman Sebut China dan Rusia Punya Tujuan Politik di Balik Distribusi Vaksin Covid-19
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menyebut China dan Rusia memiliki tujuan politik di balik distribusi vaksin Covid-19 produksinya di beberapa negara.
Pada Selasa lalu, Heiko Maas mengapresiasi langkah Rusia dan China dalam mempromosikan vaksin Covid-19 secara terbuka ke negara lain.
Kendati demikian, menurutnya, kedua negara ini mengejar tujuan lain.
"Kami mencatat, khususnya dengan China, bahwa pasokan vaksin juga digunakan untuk memperjelas tuntutan politik berbagai negara," kata Maas, dikutip dari SCMP.
Pernyataan ini dia utarakan di depan awak pers saat kunjungan ke fasilitas produksi vaksin Pfizer di Kalamazoo, Michigan, AS.
Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi Perintahkan Evakuasi Warganya yang Terinfeksi Covid-19 dari Indonesia
Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi Perintahkan Evakuasi Warganya yang Terinfeksi Covid-19 dari Indonesia
Dia menambahkan bahwa tujuan politik seperti itu harus dihindari.
"Untuk mencegah hal ini terjadi, kami tidak hanya harus mengkritiknya, tetapi kami harus memastikan bahwa negara-negara yang terkena dampak memiliki alternatif," katanya.
Maas menyebut alternatif yang dimaksud ialah vaksin yang diproduksi Jerman dan perluasan distribusi ke lebih banyak negara.
"Alternatif itu adalah vaksin yang kami miliki dan yang tentu saja ingin kami sediakan untuk sebanyak mungkin negara dan wilayah di dunia."
"(Dengan begitu) Rusia dan China tidak dapat terus melakukan diplomasi vaksin yang sulit dengan cara ini, yang hanya bertujuan untuk meningkatkan pengaruh mereka sendiri, alih-alih menyelamatkan nyawa orang sebagaimana tujuan awal," ujar Menlu Jerman ini.
4. Kerusuhan di Afrika Selatan setelah Pemenjaraan Mantan Presiden Zuma Masih Berlanjut, 72 Orang Tewas
Kerusuhan di Afrika Selatan masih berlanjut hingga Selasa (13/7/2021), Al Jazeera melaporkan.
Kerusuhan itu terjadi setelah mantan Presiden Jacob Zuma menyerahkan diri kepada pihak berwenang pada Rabu (7/7/2021).
Zuma dihukum 15 bulan penjara karena menentang perintah pengadilan konstitusi untuk memberikan bukti pada penyelidikan yang menyelidiki korupsi tingkat tinggi selama sembilan tahun dia menjabat.
Keputusan untuk memenjarakannya merupakan hasil dari proses hukum yang dilihat sebagai ujian kemampuan Afrika Selatan untuk menegakkan supremasi hukum, termasuk terhadap politisi yang kuat.
Adapun pemenjaraan presiden yang mengakhiri jabatan pada 2018 itu, menimbulkan kemarahan dari orang-orang pro-Zuma.
Baca juga: Afrika Selatan Dilanda Kerusuhan Mematikan sebagai Buntut Pemenjaraan Jacob Zuma
Massa bentrok dengan polisi dan mengobrak-abrik atau membakar pusat perbelanjaan di beberapa wilayah.
Aksi protes yang sudah terjadi selama hampir seminggu itu telah meluas menjadi penjarahan dan curahan kemarahan atas ketidaksetaraan yang bertahan 27 tahun setelah jatuhnya apartheid.
Kemiskinan yang diperburuk oleh pembatasan sosial dan ekonomi yang ketat, yang bertujuan menekan penularan virus corona (Covid-19), juga memicu aksi tersebut.
Para pejabat keamanan mengatakan pemerintah sedang bekerja untuk menghentikan penyebaran kekerasan dan penjarahan, yang sejauh ini telah menyebar dari rumah Zuma di Provinsi KwaZulu-Natal ke Provinsi Gauteng yang mengelilingi kota terbesar di negara itu, Johannesburg.
Presiden Cyril Ramaphosa mengumumkan pada Senin (12/7/2021) malam bahwa dia mengirim pasukan untuk membantu polisi yang kewalahan menghentikan kerusuhan dan memulihkan ketertiban.
(Tribunnews.com)