TRIBUNNEWS.COM - Seorang remaja Palestina tewas setelah ditembak oleh tentara Israel saat protes atas permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki, kata pihak berwenang Palestina, pada Sabtu (24/7/2021).
"Mohammed Munir al-Tamimi (17) menderita luka tembak, sesaat kemudian meninggal di rumah sakit," kata Kementerian Kesehatan Palestina, sehari setelah protes di desa Beita, Palestina.
Media Palestina melaporkan, ratusan warga Palestina menghadiri pemakaman remaja itu di Tepi Barat yang diduduki.
Baca juga: Sorotan Olimpiade Tokyo 2021 Hari Ini: Atlet Algeria Tolak Peluang Lawan Israel Demi Palestina
Baca juga: Israel Akan Mulai Uji Klinis Vaksin Covid-19 Versi Kapsul
Melansir Al Jazeera, Bulan Sabit Merah mengatakan 320 warga Palestina terluka dalam bentrokan itu, termasuk 21 orang terkena tembakan langsung, 68 oleh peluru karet dan banyak lainnya oleh gas air mata.
Ratusan warga Palestina berkumpul pada sore hari di desa Beita, sebuah titik panas dalam beberapa bulan terakhir, untuk memprotes pos ilegal Eviatar yang terletak di dekatnya, kata seorang fotografer AFP.
Daerah itu telah menyaksikan demonstrasi yang berlangsung terus menerus menentang perluasan pemukiman ilegal di tanah Palestina.
Tentara Israel mengatakan tentaranya telah menanggapi "dengan cara pembubaran kerusuhan" setelah warga Palestina melemparkan batu ke arah mereka.
Israel mengatakan dua tentaranya "luka ringan" dalam kekerasan itu.
Baca juga: PM Bennet: Warga Israel yang Tidak Divaksinasi Akan Ditolak Masuk Ke Sinagoga
Baca juga: Mantan Komisaris Tinggi HAM PBB Selidiki Pelanggaran dalam konflik Israel dan Palestina
Protes terus berlangsung
Beita telah menjadi pusat kerusuhan yang sering terjadi sejak Mei, ketika puluhan keluarga Israel tiba dan mulai membangun pemukiman di puncak bukit dekat Nablus yang bertentangan dengan hukum Israel dan internasional.
Setelah berminggu-minggu protes dan ketegangan, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat kesepakatan dengan para pemukim yang membuat mereka meninggalkan pos terdepan Eviatar.
Para pemukim meninggalkan rumah-rumah sederhana yang mereka bangun sampai Kementerian Pertahanan Israel menentukan apakah tanah itu dapat dianggap sebagai wilayah negara.
Baca juga: India Dituduh Pakai Spyware Pegasus Israel ke Pengkritik Pemerintah
Sementara itu, militer Israel mempertahankan kehadirannya di Eviatar sampai keputusan dibuat.
Perjanjian itu ditolak oleh Wali Kota Beita, yang mengatakan pada Kamis (22/7/2021) bahwa protes akan berlanjut selama orang Israel “tetap berada di tanah kami”.
Semua pemukiman Yahudi di Tepi Barat dianggap ilegal oleh sebagian besar komunitas internasional.
Berita lain terkait Israel Serang Jalur Gaza
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)