TRIBUNNEWS.COM, SWISS - Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) segera mulai menguji tiga obat Covid-19 yang sejauh ini digunakan untuk penyakit lain.
Mereka akan mencari tahu apakah ketiga obat itu dapat membantu pasien pengidap virus corona.
World Health Organization (WHO) mengatakan tiga obat yang saat ini sedang diteliti secara global akan dilanjutkan ke fase berikutnya.
Fase itu akan mengidentifikasi kemungkinan ketiga obat itu untuk mengobati COVID-19.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan penelitian itu dalam pertemuan WHO di Jenewa.
“Hari ini, kami dengan senang hati mengumumkan fase lanjutan uji coba solidaritas yang disebut Solidarity Plus. Dalam uji coba ini, tiga obat akan dites," ujarnya Rabu kemarin.
Baca juga: Vietnam Kembangkan Obat Herbal Covid-19, Kini Masuk Tahap Uji Klinis
Obat-obat yang sedang dites itu, kata Ghebreyesus, dipilih oleh panel independen berdasarkan kemungkinan mereka mampu mencegah kematian pada orang yang dirawat di rumah sakit karena gejala serius COVID-19.
Ketiga obat itu adalah :
1. Artesunate yang selama ini dikenal sebagai obat malaria.
2. Imatinib yang biasa digunakan untuk mengobati kanker
3. Infliximab yang digunakan pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan.
Artesunate
Artesunat diproduksi oleh Ipca dan saat ini digunakan untuk mengobati malaria.
Dalam uji coba Solidaritas, kata WHO, itu akan diberikan secara intravena selama tujuh hari, menggunakan dosis standar yang direkomendasikan untuk pengobatan malaria berat.
Imatinib
Imatinib diproduksi oleh Novartis dan digunakan untuk mengobati kanker tertentu.
WHO mengatakan pasien yang berpartisipasi dalam uji coba akan menggunakan obat secara oral, sekali sehari, selama 14 hari.
Imatinib adalah inhibitor tirosin kinase molekul kecil yang diformulasikan sebagai obat kemoterapi oral.
Data eksperimental dan klinis awal menunjukkan bahwa imatinib membalikkan kebocoran kapiler paru.
Infliximab
Diproduksi oleh Johnson & Johnson, infliximab digunakan untuk mengobati penyakit pada sistem kekebalan tubuh.
Untuk uji coba, kata WHO, itu akan diberikan secara intravena sebagai dosis tunggal, berdasarkan dosis standar yang diberikan kepada pasien dengan Penyakit Crohn dalam waktu lama.
Infliximab adalah penghambat alfa TNF, kelas biologik yang telah disetujui untuk pengobatan kondisi peradangan autoimun tertentu selama lebih dari 20 tahun.
Ghebreyesu mengatakan WHO memiliki banyak alat untuk mencegah, menguji, mengetes dan mengobati COVID-19, termasuk oksigen, deksametason, dan penghambat IL6.
"Tetapi kami membutuhkan lebih banyak pasien dalam tahapan spektrum klinis, dari penyakit ringan hingga berat, dan kami membutuhkan pekerja kesehatan yang dilatih untuk menggunakannya dalam lingkungan yang aman," ujarnya.
Studi berkelanjutan WHO terhadap obat COVID-19 sebelumnya meneliti empat obat.
Di antara temuannya, badan PBB tersebut menetapkan bahwa remdesivir dan hydroxychloroquine tidak membantu pasien yang dirawat di rumah sakit karena mengidap virus corona.
Penelitian WHO itu melibatkan ribuan peneliti dari ratusan rumah sakit di 52 negara.
Di Jepang Ivermectin
Meskipun Obat Ivermectin tidak ikut diuji WHO namun di Jepang obat ini ternyata diandalkan.
Dilaporkan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang, bahwa Dr. Kazuhiro Nagao (63) Chairman perusahaan medis Yuwakai, direktur (Kepala) Klinik Nagao Amagasaki, prefektur Hyogo, dan profesor tamu di Universitas Studi Internasional Kansai sangat merekomendasikan Ivermectin sebagai obat yang dapat menyembuhkan pasien awal yang terkena infeksi corona.
"Keadaan medis kita saat ini dalam keadaan hampir kritis dan banyak pasien belum bisa tertampung di dalam rumah sakit. Bagi pasien yang awal terkena corona sangat direkomendasikan minum obat Ivermectin. Saya sudah mencoba ke banyak pasien saya dan sembuh," papar Dr. Nagao siang ini (12/8/2021) di NTV.
Profesor Nagao juga melihat hal ini (obat Ivermectin) sebagai salah satu solusi di antara banyak upaya untuk menekan semakin banyaknya orang terinfeksi corona dan beresiko menjadi berat.
"Pada tahap awal bagus untuk minum obat tersebut. Pasien saya selalu saya berikan obat tersebut, tentu buatan Jepang dan keesokan harinya sembuh. Saya minta mereka melaporkan kepada saya setiap harinya dampak dari obat tersebut dan ternyata bagus, langsung sembuh sehat mereka," lanjutnya lagi.
Selain itu Dr. Nagao juga menghimbau kepada Menteri Kesehatan serta PM Jepang Yoshihide Suga agar obat Ivermectin segera dipromosikan kepada masyarakat agar banyak dipakai kalangan terinfeksi awal corona.
"Selama ini semua pasien saya baik, sembuh tak bermasalah dengan obat tersbeut. Selain itu obat itu juga dijamin serta masuk dalam coverage asuransi di Jepang. Jadi saya rasa tak masalah dan ringan, tak banyak membebani bagi masyarakat Jepang," tambahnya lagi.
Sampai saat ini pemerintah Jepang khususnya kementerian kesehatan masih terus memonitor penggunaan obat Ivermectin di Jepang, dan belum ada keputusan apa pun untuk memasyarakatkan obat tersebut di tengah pandemi saat ini.
Tokyo sendiri Kamis ini (12/8/2021) meningkat drastis jumlah terinfeksi hampir mencapai 5.000 orang per hari.
Minggu lalu seorang dokter telah memprediksi sekitar 18 Agustus jumlah pasien yang terinfeksi corona di Tokyo bisa mencapai 10.000 orang per hari nantinya.
Profesor Yoshihito Niki, Wakil Direktur Pusat Pernafasan, Rumah Sakit Kurashiki Daiichi, Profesor Penyakit Menular Klinis, Sekolah Kedokteran Universitas Showa Jepang memperkirakan jumlah infeksi bisa saja mencapai 10.000 orang di Tokyo sekitar 18 Agustus mendatang, paparnya 6 Agustus lalu.
Sumber: VOA Indonesia/Tribunnews.com