TRIBUNNEWS.COM - Gulafroz Ebtekar (34), seorang perwira polisi wanita Afghanistan kini sedang diburu keberadaannya oleh Pasukan Taliban.
Diketahui, Gulafroz yang naik pangkat menjadi wakil kepala investigasi kriminal, kini sedang dalam pelariannya.
"Saya menghabiskan lima malam di gerbang bandara Kabul tanpa air atau roti, di tengah hujan peluru dan dikelilingi oleh Taliban," katanya.
“Saya menyaksikan kematian anak-anak dan wanita."
Baca juga: Amerika Tinggalkan Pesawat serta Helikopter Rusak, Taliban Marah dan Merasa Dikhianati
“Saya mengirim pesan ke kedutaan banyak negara untuk menyelamatkan diri saya dan keluarga saya, tetapi semuanya sia-sia,” kata Ebtekar yang dianggap sebagai panutan terkemuka bagi para wanita di Afghanistan.
Kini, dirinya mengakui sedang berjuang untuk hidupnya setelah dipukuli secara brutal oleh pasukan Taliban.
Bahkan tidak hanya itu, di tengah usahannya untuk melarikan diri, Gulafroz Ebtekar malah sempat juga ditodong senjata oleh tentara Amerika Serikat (AS).
Tahanan Palestina Dijadikan Perisai Manusia oleh Tentara Israel, Mata Ditutup Kain, Ditodong Senjata
Beredar Video Tentara Israel Jadikan Tahanan Palestina Perisai Manusia,Mata Ditutup,Ditodong Senjata
Ditodong Senjata
Dikutip dari New York Post, dia mengatakan awalnya dia percaya bahwa pasukan Amerika Serikat yang dia temui selama kekacauan di Kabul membantunya terbang ke luar negeri bersama pacar dan kerabatnya.
“Kami sampai di kamp pengungsi tempat tentara Amerika ditempatkan. Ketika tentara Amerika sudah dekat, saya menghela napas, saya pikir kami akhirnya aman. Saya berbicara sedikit bahasa Inggris,” kata Ebtekar.
“Saya menjelaskan bahwa tidak aman bagi kami untuk tetap berada di Kabul. Mereka memeriksa dokumen kami. Saya membawa ID, paspor, dan sertifikat polisi saya,” lanjutnya.
Tentara AS tersebut pun mengatakan kemana tujuan Gulafroz akan pergi, lantas wanita tersebut menjawab ke negara yang aman di mana ada kemungkinan dia bisa bertahan hidup.
Gulafroz Ebtekar mengaku tentara AS tersebut pun malah menjawabnya dengan kurang ajar.
Baca juga: Anis Matta Sebut Afghanistan Bagian Dari Perang Supremasi Amerika-Tiongkok
Dan mereka para tentara AS tersebut meminta seorang tentara lainnya untuk menunjukkan jalan kepada kami.
"Saya pikir mereka akan mengantar kami ke pesawat atau memberikan keamanan,” kenang Ebtekar.
Dia mengklaim dia dikawal ke jalan yang ramai dan diperintahkan dengan todongan senjata untuk pergi.
“Pada saat itu, saya tidak ingin hidup lagi, Saya menyadari bahwa tidak ada pertolongan, dan tidak aman untuk tinggal di Afghanistan,” ungkapnya.
Ditolak Rusia, Diburu Taliban, hingga Dianiaya
Wanita yang memperoleh gelar master di akademi kepolisian terkemuka di Rusia ini, juga ditolak oleh kedutaan Moskow, Rusia.
Rusia beralasan tidak ingin membuat marah Taliban dan mengatakan kepada Gulafroz bahwa mereka tidak dapat campur tangan.
Terlebih polisi wanita tersebut tidak memiliki paspor atau tempat tinggal Rusia.
Ketika Gulafroz Ebtekar pulang ke rumahnya, ibunya mengatakan kepadanya bahwa Taliban telah datang untuknya saat dia keluar.
Baca juga: Afghanistan: Cerita orang-orang yang gagal melarikan diri dari Taliban
Hal itu yang membuat Gulafroz Ebtekar pindah dari apartemen satu ke apartemen lainnya, mencoba menghindari para militan.
Dan ketika dia mencoba menuju bandara lagi, katanya, penjaga Taliban memukulinya.
“Semua kata-kata mereka disertai dengan pukulan. Ketika saya dipukul lagi, saya tidak bisa bangun, saya tidak bisa berkata apa-apa,” kata Ebtekar.
“Mereka memukuli saya dengan tinju, sepatu bot, senjata, dan bahkan batu.”
Berita soal konflik di Afghanistan lainnya.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)