"Generasi ini adalah produk dari era demokrasi Afghanistan modern dan mungkin tidak dapat bertahan dengan gaya pemerintahan Taliban yang keras ini," kata Sarwary.
Selain itu, pedoman baru yang dikeluarkan oleh Taliban untuk institusi pendidikan mengamanatkan bahwa anak perempuan akan diajar oleh guru dari jenis kelamin yang sama.
Sedangkan pintu masuk dan keluar akan digunakan secara terpisah untuk laki-laki dan perempuan.
Perempuan juga harus mengakhiri kegiatan belajarnya lima menit lebih awal dari laki-laki, dan mereka harus pergi ke ruang tunggu sebelum diantar pulang oleh kerabat laki-laki.
Pedoman baru yang dikenakan pada siswa oleh otoritas baru Afghanistan ini telah dikecam oleh para profesional pendidikan dan Sosiolog di India.
Seperti yang disampaikan pemilik beberapa sekolah di Chandigarh India, Sandeep Ahluwalia pada hari Selasa waktu setempat.
"Ini adalah langkah mundur dan kekejaman psikologis terhadap gadis-gadis muda yang memiliki ambisi serta kompetensi sebanding dengan anak laki-laki. Dengan memasang tirai, tentu akan menghalangi anak perempuan dan laki-laki untuk saling memandang, dan ini akan berdampak buruk pada pola pikir serta orientasi hidup mereka. Dengan demikian, anda menabur benih diskriminasi gender sejak kecil," tegas Ahluwalia.
Hal yang sama pun disampaikan seorang Sosiolog di Universitas Panjab, Ritesh Gill.
"Ini akan menghasilkan dampak merugikan yang serius pada kurva belajar siswa, terlepas dari jenis kelaminnya. Dan kemampuan belajar yang buruk, tentu akan berdampak sangat negatif pada jenis bangsa yang sedang dibangun untuk masa depan," tegas Gill.
Menurutnya, sebuah bangsa yang 'bermain dengan pendidikan generasi penerusnya', tengah memainkan permainan yang 'merusak diri sendiri'.
"Jika para penguasa mengkompromikan pendidikan untuk mengakomodasi keyakinan dan kepentingan mereka, itu adalah kerugian terbesar yang dilakukan kepada masyarakat," kata Gill.