Terkait aturan baru yang diumumkannya, Haqqani tidak menyesal dengan perubahan tersebut.
Baca juga: Kelamaan Tinggal di Gunung, Militan Taliban Kagum Lihat Kemegahan Istana Wapres
Baca juga: Taliban Tembak Mati Adik Mantan Wapres Afghanistan, Jasadnya Dikabarkan Dilarang Dikubur
"Kami tidak memiliki masalah dalam mengakhiri sistem pendidikan campuran."
"Orang-orang (masyarakat) adalah Muslim dan mereka akan menerimanya," katanya.
Mengutip BBC, beberapa pihak menilai aturan baru akan mengecualikan wanita dari pendidikan.
Pasalnya, menurut mereka, universitas tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan kelas terpisah.
Meski demikian, Haqqani bersikeras ada cukup banyak guru wanita dan jika tidak, alternatif akan ditemukan.
"Semua tergantung kapasitas universitas," ujarnya.
"Kita juga bisa menggunakan guru laki-laki untuk mengajar di balik tirai atau menggunakan teknologi," tambahnya.
Tak hanya memisahkan antara wanita dan pria, mata pelajaran yang akan diajarkan di universitas akan ditinjau.
Haqqani berujar pada wartawan, Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional, dan sejarah kita."
"Di sisi lain, mampu bersaing dengan negara lain."
Baca juga: Taliban Kibarkan Bendera di Istana Presiden saat Peringatan 20 Tahun Serangan 9/11
Sejak Taliban digulingkan pada 2001, kemajuan besar telah dibuat dalam meningkatkan pendaftaran pendidikan dan tingkat melek huruf di Afghanistan, terutama pada anak perempuan dan wanita.
Sebuah laporan dari UNESCO baru-baru ini, mengatakan jumlah anak perempuan di sekolah dasar telah meningkat dari hampir nol menjadi 2,5 juta dalam 17 tahun setelah rezim Taliban runtuh.
Laporan itu juga mengatakan tingkat melek huruf wanita hampir dua kali lipat dalam satu dekade menjadi 30 persen.