"Masyarakat China telah memahami kekerasan dalam rumah tangga dengan lebih baik," ujar Lu.
"Tetapi ada lebih sedikit orang yang berpikir kekerasan dalam rumah tangga hanyalah sekadar 'masalah keluarga'."
"Toleransi kasus kekerasan dalam rumah tangga yang serius telah turun secara signifikan."
Lu mengatakan undang-undang KRDT itu telah memperkuat definisi kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi pelecehan emosional serta fisik.
UU juga berlaku bagi korban dan pelaku yang tinggal bersama meskipun bukan keluarga.
"Ini menunjukkan konsep dasar hukum negara hukum dalam hal anti kekerasan dalam rumah tangga," katanya.
Namun penegakannya dirasa kurang.
Masih ada rintangan termasuk mengatasi tabu dan nilai-nilai tradisional di antara masyarakat dan pihak berwenang, khususnya di daerah pedesaan, ungkap Lu.
Lu menyebut banyak wanita di daerah pedesaan sering kembali kepada suaminya yang kasar, hanya karena mereka tidak memiliki dukungan finansial atau lainnya setelah mencoba untuk pergi.
"Kurangnya sistem dukungan sosial bagi perempuan yang mengalami kekerasan gender, termasuk pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga," kata Lu.
"Korban sendirian menghadapi pelakunya."
Saudara perempuan Lhamo, Dolma, mengatakan Tang sudah sering dilaporkan ke polisi oleh istrinya.
Tang sudah berulang kali melakukan kekerasan pada Lhamo setelah pernikahan mereka.
Setelah Lhamo meninggalkannya pertama kali pada Maret 2020, Tang diduga memaksanya untuk rujuk dengan mengancam anak-anak mereka.