"Dia dijatuhi hukuman lebih dari 25 tahun, itu adalah hukuman tanpa harapan dan itu tidak diperbolehkan, itu pelanggaran terhadap Bill of Rights," kata Ellis.
Hakim di pengadilan pada Agustus 2020 mengatakan, Tarrant dijatuhi hukuman seumur hidup karena tindakannya tidak manusiawi.
"Kejahatan Anda sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," kata Hakim Cameron Mander saat itu.
Abdullah Naeem, yang saudara laki-laki dan ayahnya terbunuh dalam serangan itu, mengatakan bahwa pelaku pembunuhan itu sedang "bermain-main".
"Penjara seumur hidup adalah hukuman ringan atas apa yang dia lakukan," katanya.
"Setiap hukum yang baik akan menolak permohonannya dan saya harap itu terjadi," tambahnya.
Penembakan Masjid Christchurch
Pada 15 Maret 2019, terjadi penembakan massal berturut-turut di sejumlah masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Aksi penyerangan itu terjadi saat shalat Jumat.
Brenton Harrison Tarrant membawa senjata api lalu memasuki dua masjid yakni Al Noor dan di Linwood Islamic Center kemudian melepaskan tembakan ke arah jemaah.
Sedikitnya 51 orang meninggal dan 40 orang lainnya terluka.
Baca juga: 5 Hal Ini Bikin Kualitas Bahan Pangan dari Selandia Baru Bermutu Tinggi
Baca juga: Pelaku Teror Penembakan Masjid di Christchurch, Selandia Baru Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup
Menurut sejumlah media, Tarrant merupakan penganut supremasi kulit putih.
Pada Maret 2020, ia mengaku bersalah atas 51 pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan terlibat dalam aksi teroris.
Kemudian pada Agustus dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat untuk pertama kalinya di Selandia Baru.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)