TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau Junta Myanmar memangkas hukuman untuk vonis pertama Aung San Suu Kyi menjadi dua tahun penjara, ungkap media pemerintah MRTV, Senin (6/12/2021).
Pengadilan Zabuthiri di ibu kota Naypyidaw awalnya menghukum Suu Kyi dua tahun penjara atas kasus penghasutan dan dua tahun penjara atas pelanggaran aturan Covid-19.
Penghasutan yang dimaksud yakni berkaitan dengan dua pernyataan yang diterbitkan partai Liga Demokrasi Nasional (National League for Democracy-NLD) pada bulan Februari, yang mengutuk rezim militer dan meminta organisasi internasional untuk tidak bekerja dengan mereka.
Sementara untuk aturan Covid-19, pemimpin sipil yang dikudeta militer itu dituduh melakukan kampanye Pemilu 2020 saat pandemi, dan dianggap melanggar Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
Dikutip dari CNN, junta juga mengurangi separuh hukuman penjara empat tahun terhadap Presiden Myanmar yang dikudeta, Win Myint.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara oleh Pengadilan Myanmar
Baca juga: HRW: Pasukan Keamanan Myanmar Bunuh 65 Pengunjuk Rasa dengan Sengaja
Tidak jelas di mana mereka akan melaksanakan hukuman untuk Suu Kyi dan Win Myint.
Junta telah berusaha untuk membatasi informasi tentang persidangan dengan menutupnya untuk umum.
Pada Oktober 2021, sebuah perintah pembungkaman diberlakukan pada tim hukumnya yang mencegah mereka berbicara dengan media.
Suu Kyi (76) adalah penasihat negara Myanmar dan pemimpin de facto negara itu sebelum dikudeta dan ditahan oleh militer sejak 1 Februari 2021.
Dia dikenai hampir selusin dakwaan yang dapat membuatnya menjalani hukuman gabungan lebih dari 100 tahun.
Adapun tuduhan yang dikenakan kepada Suu Kyi di antaranya, korupsi, pelangaran aturan Covid-19, penghasutan, mengimpor dan memiliki walkie talkie secara ilegal, dan melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi era kolonial.
Hukuman Aung San Suu Kyi Dikutuk secara Luas
Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Suu Kyi dan Win Myint adalah sandera, bukan penjahat.
Menurut Andrews, proses hukum yang dijalani Suu Kyi dan Win Myint adalah sebuah teater yang absurd dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Proses ini tidak boleh disamakan dengan persidangan yang sebenarnya. Ini adalah teater yang absurd dan pelanggaran berat hak asasi manusia," kata Andrews.
Baca juga: Jejak Karier Politik Aung San Suu Kyi: Perjuangkan Demokrasi Myanmar hingga Divonis 4 Tahun Penjara
Baca juga: Pasukan Keamanan Myanmar Menabrakkan Mobil ke Demonstran Anti-Kudeta, Lima Orang Tewas
Sementara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan penghukuman yang tidak adil terhadap Suu Kyi dan penindasan terhadap pejabat lain yang dipilih secara demokratis merupakan penghinaan terhadap demokrasi dan keadilan.
Seorang juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (National Unity Government of Myanmar-NUG), yang terdiri dari anggota parlemen yang dikudeta dan penentang kudeta, juge memberikan tanggapan atas hukuman Suu Kyi.
"Rakyat Myanmar telah mengatakan sudah cukup untuk kejahatan terhadap kemanusiaan ini, kekejaman ini dan lakukan atau mati," katan dokter Sasa.
"Tetapi junta militer di Myanmar mencoba untuk meningkatkan lebih banyak ketakutan, lebih banyak rasa sakit, lebih banyak penderitaan, lebih banyak kematian, dan lebih banyak kehancuran, dengan membuat semua uji coba pertunjukan ini. Ini membuat semua orang Myanmar melihat ini terjadi," sambungnya.
Dia mengatakan di Twitter bahwa seruan berulang kali kepada komunitas internasional untuk zona larangan terbang, embargo senjata dan sanksi terhadap junta dan pengakuan NUG tidak dijawab.
Wakil Direktur Regional Amnesty International untuk Kampanye, Ming Yu Hah, mengatakan dalam sebuah pernyataan keputusan yang lucu dan korup adalah bagian dari pola penghukuman sewenang-wenang yang menghancurkan.
"Hukuman keras yang dijatuhkan kepada Aung San Suu Kyi atas tuduhan palsu ini adalah contoh terbaru dari tekad militer untuk melenyapkan semua oposisi dan mencekik kebebasan di Myanmar," kata Ming Yu Hah.
"Ada banyak tahanan tanpa profil Aung San Suu Kyi yang saat ini menghadapi prospek mengerikan bertahun-tahun di balik jeruji besi hanya untuk menjalankan hak asasi mereka secara damai. Mereka tidak boleh dilupakan dan dibiarkan begitu saja," sambungnya.
Lebih dari 1.300 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta, dan lebih dari 10.000 ditangkap, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Dewan Keamanan PBB telah menyerukan penghentian segera kekerasan di seluruh Myanmar ketika pasukan junta meningkatkan permusuhan dengan milisi sipil, dan menggusur puluhan ribu orang.
Sejak kudeta, aksi protes nasional terhadap junta telah bertemu dengan tindakan keras brutal, dan tekanan terhadap media independen dan oposisi.
"Ketika kekerasan meningkat, menggusur puluhan ribu orang dan menciptakan krisis kemanusiaan di tengah pandemi yang sedang berlangsung, situasi di Myanmar saat ini sangat mengkhawatirkan," kata Ming Yu Hah.
"Tanpa tanggapan internasional yang tegas, terpadu, dan cepat, hal ini dapat dan akan terjadi lebih buruk," sambungnya.
Kendaraan Tabrak Demonstran
Vonis pertama Suu Kyi dikeluarkan sehari setelah pasukan keamanan menindak aksi protes di kota terbesar negara itu Yangon pada Minggu (5/12/2021).
Sedikitnya lima orang tewas ketika sebuah kendaraan menabrak demonstran anti-junta, outlet berita Myanmar Now melaporkan.
Seorang reporter yang menyaksikan kejadian itu mengatakan kepada CNN bahwa itu adalah kendaraan militer yang menabrak demonstran.
Sebelas pengunjuk rasa juga ditangkap di tempat kejadian, termasuk dua pria dan satu wanita yang terluka, menurut sebuah pernyataan oleh militer Myanmar.
Namun, pernyataan itu tidak mengakui kematian yang dilaporkan atau dugaan serangan kendaraan.
PBB di Myanmar mengutuk insiden serangan yang dilaporkan terhadap sejumlah warga sipil tak bersenjata di Kyimyindaing Township, Yangon, di mana sebuah kendaraan milik pasukan keamanan menabrak demonstran yang kemudian ditembaki dengan peluru tajam yang menyebabkan kematian dan cedera pada banyak orang.
Kedutaan Besar AS mengatakan takut dengan laporan bahwa pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah demonstran berlari, dan membunuh beberapa di antara mereka.
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)