News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Kamboja Deteksi Kasus Pertama Varian Omicron, Menginfeksi Seorang Ibu Hamil

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar ilustrasi yang diambil di London pada 2 Desember 2021 menunjukkan empat jarum suntik dan layar bertuliskan 'Omicron' - Omicron pertama Kamboja terdeteksi pada seorang wanita yang melakukan perjalanan dari Afrika Barat.

TRIBUNNEWS.COM - Kamboja telah mendeteksi kasus pertama virus corona varian baru, Omicron.

Melansir CNA, Omicron pertama Kamboja terdeteksi pada seorang wanita lokal yang melakukan perjalanan dari Ghana, Afrika Barat.

Kata Kementerian Kesehatan pada Selasa (14/12/2021), wanita itu telah kembali dari Ghana melalui Dubai dan Bangkok.

Wanita yang hamil 15 minggu itu telah dibawa ke rumah sakit untuk perawatan.

Varian Omicron pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan Hong Kong pada bulan November lalu.

Baca juga: Pil Covid-19 Buatan Pfizer Efektif Melawan Omicron dan Melindungi dari Keparahan

Baca juga: Covid-19 Varian Omicron Mengamuk di Eropa, Norwegia Berlakukan Aturan Kerja Jarak Jauh

Menurut WHO, varian ini tidak boleh dianggap remeh.

Negara Asia Tenggara itu membuka kembali perbatasannya bulan lalu untuk turis yang divaksinasi setelah mencapai salah satu tingkat vaksinasi Covid-19 tertinggi di Asia, dengan lebih dari 88 persen dari 16 juta warganya.

Tingkat Penyebaran Omicron

Virus corona varian Omicron menyebar di seluruh dunia dalam tingkat yang tidak pernah terjadi sebelumnya, ujar WHO pada Selasa (14/12/2021).

Dilansir BBC.com, varian Omicron kini sudah ada di 77 negara.

Tetapi dalam konferensi persnya, Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut banyak negara mungkin sudah dimasuki Omicron hanya saja belum terdeteksi.

Dr Tedros mengatakan, dia khawatir tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasi varian tersebut.

"Tentunya, kami telah belajar sekarang bahwa kami meremehkan virus ini dengan risiko kami sendiri."

"Bahkan jika Omicron menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah, banyaknya kasus dapat membanjiri sistem kesehatan yang tidak siap," katanya.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. (El Pais)

Baca juga: Antisipasi Varian Omicron, Indonesia Terapkan Strategi Pencegahan Berlapis Terkait Aturan Perjalanan

Baca juga: Hasil Studi Ungkap Seberapa Efektif Vaksin Pfizer Melawan Omicron

Varian Omicron pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada bulan November, dan negara tersebut telah mengalami lonjakan infeksi.

Presiden Cyril Ramaphosa bahkan dinyatakan positif Covid-19.

Ramaphosa mengalami gejala ringan dan saat ini sedang diisolasi.

Sejumlah negara telah mulai melakukan larangan perjalanan dari Afrika Selatan dan tetangganya.

Tetapi langkah itu tidak menghentikan penyebaran virus ke seluruh dunia.

Dalam konferensi pers pada hari Selasa, Dr Tedros mengulangi kekhawatiran tentang ketidakadilan vaksin.

Beberapa negara mempercepat peluncuran suntikan booster sebagai tanggapan terhadap Omicron.

Studi terbaru tentang vaksin Pfizer/BioNTech menunjukkan, vaksin itu menghasilkan antibodi penetralisir yang jauh lebih sedikit terhadap Omicron dibandingkan varian awal.

Tetapi kekurangan itu dapat dibalikkan dengan tusukan ketiga atau booster.

Dr Tedros mengatakan, booster dapat memainkan peran penting dalam mengatasi penyebaran Covid-19, tetapi itu adalah "masalah prioritas".

Baca juga: WHO: Varian Omicron Menyebar pada Tingkat yang Tak Pernah Terjadi Sebelumnya

Baca juga: Omicron Kembali Berulah, Bursa Saham Esok Diprediksi Bakalan Kembali Terperosok

"Urutan itu penting. Pemberian booster kepada kelompok yang berisiko rendah terhadap penyakit parah atau kematian hanya membahayakan nyawa mereka yang berisiko tinggi yang masih menunggu dosis utama mereka karena keterbatasan pasokan," katanya.

Pasokan untuk program berbagi vaksin global Covax telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Tetapi para pejabat kesehatan dunia khawatir akan terulangnya kekurangan puluhan juta dosis yang terjadi pada pertengahan tahun ini, sebagian karena India menangguhkan ekspor selama lonjakan kasus di sana.

Di negara-negara miskin, beberapa orang yang rentan bahkan belum menerima dosis satupun.

(Tribunnews.com/Yurika/Tiara Shelavie)

Artikel terkait lainnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini