Tentara Kemerdekaan Kachin, sebuah kelompok pemberontak etnis di ujung utara negara itu, Mei lalu mengatakan mereka mengerahkan sebuah helikopter tempur militer selama bentrokan sengit di dekat kota Momauk.
Baca juga: Jurnalis Myanmar Dilaporkan Tewas dalam Tahanan Militer, Kondisinya Sehat Sebelum Ditangkap
Baca juga: Tentara Myanmar Bakar Hidup-hidup 11 Warga Sipil sebagai Balasan Serangan terhadap Konvoi Militer
Awal bulan ini, Amerika Serikat dan PBB mengutuk militer atas apa yang digambarkan Washington sebagai laporan kredibel dan memuakkan tentang pembunuhan 11 penduduk desa, termasuk anak-anak.
Pernyataan itu muncul ketika media lokal dan penduduk mengatakan bahwa tentara menangkap 11 orang dari Desa Dontaw di wilayah Sagaing menyusul serangan ranjau dan bom terhadap konvoi militer sehari sebelumnya.
Namun militer menolak klaim itu dan menyatakan hal itu tidak benar.
Secara terpisah, militer juga terlibat dalam konflik bersenjata yang sedang berlangsung dengan Persatuan Nasional Karen (KNU), sebuah kelompok pemberontak yang menentang kudeta di negara bagian Karen.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan pertempuran itu telah memaksa lebih dari 3.900 pengungsi Myanmar melintasi perbatasan dengan Thailand.
Baca juga: Asisten Menlu Amerika Serikat Kunjungi ke Asia Tenggara, Bahas Kerja Sama hingga Junta Myanmar
UNHCR telah meminta Thailand pada hari Senin (20/12/2021) untuk mengizinkan mereka akses mendesak ke para pengungsi.
Ribuan pengungsi juga diyakini terjebak di sisi perbatasan Myanmar, dan KNU memperingatkan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa militer juga dapat menargetkan warga sipil tersebut dengan serangan udara.
KNU mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan darurat dan mengidentifikasi zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)