TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid mengatakan tidak aka nada pembatasan Covid-19 baru sebelum akhir 2021.
Javid mengatakan, ini dilakukan saat pemerintah masih menunggu lebih banyak bukti bahwa fasilitas kesehatan dapat mengatasi tingginya penularan Covid-19.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson terus menolak langkah-langkah baru, yang tidak akan populer di dalam partainya sendiri, meskipun Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara semuanya menerapkan aturan baru.
Menurut Javid, pemerintah tidak akan mengambil langkah baru pembatasan penyebaran virus Corono beberapa hari mendatang.
Ini dilakukan meski data menunjukkan bahwa 98.515 kasus baru Covid-19 di Inggris pada Senin (27/12/2021).
Baca juga: Cegah Omicron, Jerman Berlakukan Pembatasan Ketat Jelang Malam Tahun Baru
Baca juga: Ilmuwan Inggris Desak Lebih Banyak Pembatasan untuk Melawan Gelombang Omicron
Penggabungan kasus Covid-19 ini dengan data dari Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara, kasus di Inggris secara keseluruhan hanya berada sedikit di bawah 122.186 kasus penularan puncak yang terjadi pada 24 Desember.
"Tidak akan ada tindakan lebih lanjut sebelum tahun baru," kata Javid kepada wartawan, seperti dilansir dari Channel News Asia.
"Ketika kita memasuki tahun baru, tentu saja kita akan melihat apakah kita perlu mengambil tindakan lebih lanjut,” katanya.
Menurutnya, virus Corona varian Omicron yang sangat menular sekarang menyumbang sekitar 90 persen kasus di seluruh Inggris.
Oleh karena itu, Javid mendesak warga Inggris untuk merayakan Tahun Baru dengan hati-hati.
Baca juga: Boris Johnson: Inggris Laporkan Kematian Pertama Pasien Akibat Omicron
Baca juga: Rekor, 1,7 Juta Orang Di Inggris Positif Covid-19 Minggu Lalu
Perhatian pemerintah terfokus pada jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit karena varian Omicron, setelah data awal pekan lalu menunjukkan varian tersebut membawa risiko masuk yang lebih rendah.
Data terbaru menunjukkan jumlah pasien di rumah sakit di Inggris dengan Covid-19 adalah yang tertinggi sejak Maret, di 8.474, tetapi jauh dari puncak di atas 34.000 pada Januari.
Kombinasi faktor, termasuk program vaksinasi Inggris, jeda antara infeksi dan rawat inap dan efek varian Omicron yang berpotensi kurang berbahaya, semuanya telah dikemukakan oleh para ahli kesehatan sebagai penjelasan yang mungkin untuk angka yang lebih rendah.
Namun demikian, Inggris telah melaporkan total 148.003 kematian dalam 28 hari setelah tes positif Covid-19, dan 12,2 juta tes positif selama pandemi sejauh ini.
PM Johnson bertemu dengan penasihat ilmiah dan medis utamanya pada hari Senin(27/12/2021) untuk membahas data terbaru.
Baca juga: Kasus Virus Corona Capai Rekor Tertinggi di Prancis dan Inggris
Menurut Javid, tanda-tanda jumlah rawat inap mengancam membanjiri rumah sakit dapat menyebabkan diberlakukannya kembali aturan yang membatasi kebebasan orang untuk bersosialisasi.
"Kami akan mengawasi dengan cermat apa yang terjadi di rumah sakit. Kalau kita harus bertindak nantinya, tentu kita tidak segan-segan melakukannya,” katanya.
Rumah sakit di Inggris telah memperingatkan bahwa kekurangan staf karena Covid-19 dapat membahayakan keselamatan pasien. Banyak industri dan jaringan transportasi juga berjuang dengan kekurangan pekerja. (Tribunnews.com/CNA/Hasanah Samhudi)