Selain trauma mental dalam pertempuran atau krisis hati nurani, beberapa anggota layanan diyakini sedang berjuang melawan ketakutan yang mereka rasakan.
Thomas Suitt, yang menulis makalah untuk proyek Brown University mengatakan bahwa peningkatan penggunaan alat peledak improvisasi atau IED, dimasukkan ke dalam suasana ketakutan diantara para anggota layanan.
Sementara faktor lainnya yang disebutkan menjadi dasar anggota militer melakukan aksi bunuh diri mulai dari 'berkurangnya dukungan publik' terhadap perang yang sedang berlangsung, kasus kekerasan seksual dalam jajaran militer, hingga akses yang lebih mudah ke senjata api.
Menurut laporan bunuh diri Pentagon yang dikutip pada September 2021, ada 580 kematian karena bunuh diri di antara anggota militer AS pada 2020.
Angkanya mengalami peningkatan 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya, saat ada 498 kasus yang melibatkan tindakan seperti itu.