Namun, dia juga berpikir Tuhan mengizinkan tindakannya.
Ketika ditanya tentang mereka yang berpikir dia seharusnya berjuang untuk hidup dan bukannya meminta kematian, Martha mengatakan dia juga sudah melalui perjuangan.
"Saya akan menjadi pengecut, tetapi saya tidak ingin menderita lagi," katanya.
"Untuk berjuang? Saya berjuang untuk beristirahat."
Camila Jaramillo Salazar, seorang pengacara untuk keluarga Sepúlveda, mengatakan keputusan Martha telah mendapatkan banyak dukungan dari Kolombia, meskipun ada kritik dari gereja Katolik.
Menurut valoraanalitik.com, lebih dari 72 persen dari mereka yang disurvei oleh jajak pendapat terbaru Invamer di Kolombia mengatakan mereka setuju dengan euthanasia.
Persentase yang lebih tinggi bahkan terlihat di kota-kota terbesar di negara itu.
"Mungkin Kolombia bisa menjadi negara terkemuka dalam hal kemajuan kematian yang bermartabat," kata pengacara itu kepada Noticias Caracol.
Eutanasia didekriminalisasikan pada tahun 1997 dalam kasus penyakit parah atau mematikan, yaitu ketika pasien menderita banyak rasa sakit.
Pasien dapat memintanya secara sukarela dan dilakukan oleh dokter.
Namun, pemerintah belum memberikan aturan yang mengizinkan prosedur itu hingga 20 April 2015.
Sejak itu, hanya 157 prosedur yang telah dilakukan di negara tersebut, menurut data dari Kementerian Kesehatan.
Untuk setiap lima permintaan euthanasia, dua diotorisasi, kata DescLAB, Laboratorium Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pasien euthanasia pertama di negara itu adalah Ovidio González Correa.
Ovidio merupakan seorang pria berusia 79 tahun dengan wajah cacat oleh tumor.
Ia kemudian menjadi simbol perjuangan untuk hak euthanasia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)