Dalam kesepakatan Merck dengan MPP, perusahaan mitra yang akan membuat seluruh obat.
Di sisi lain, distribusi Molnupiravir disebut akan menghadapi sejumlah rintangan, termasuk bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyetujui obat tersebut.
Baca juga: Jakarta Kembali Jadi Penyumbang Tertinggi Kasus Harian Covid-19 di Indonesia, Disusul Jabar & Banten
Ini tentu akan menghalangi ketersediaan Molnupiravir di banyak negara miskin tanpa badan pengatur independen.
Banyak negara yang memiliki badan semacam itu sejauh ini menolak untuk menyetujui Molnupiravir juga, dengan alasan kurangnya kepercayaan pada efektivitasnya dalam mengobati Covid-19.
Pada awal bulan ini, Direktur Jenderal Dewan Riset Medis India (ICMR) Balram Bhargava mengatakan obat itu 'memiliki masalah keamanan utama' yang membuat Kementerian Kesehatan India tidak memasukkannya dalam protokol klinis Covid-19 nasionalnya.
"AS telah menyetujuinya hanya berdasarkan 1.433 pasien dengan pengurangan 3 persen pada penyakit gejala sedang, bila diberikan dalam kasus ringan. Namun, kita harus ingat bahwa obat ini memiliki masalah keamanan utama karena dapat menyebabkan teratogenisitas, mutagenisitas, dan juga dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan dan juga dapat merusak otot," kata Bhargava.
Ia kembali mengingatkan bahwa hal terpenting lainnya adalah jika obat ini diberikan kepada pasien pria maupun wanita dewasa, maka mereka harus menggunakan alat kontrasepsi selama 3 bulan.
"Karena anak yang dikandung selama periode itu mungkin akan memiliki masalah dengan pengaruh teratogenik," jelas Bhargava.