Di pabrik, Kim menyerukan “upaya besar-besaran” untuk memproduksi senjata mutakhir yang kuat.
Para pekerjanya memuji pengabdian Kim untuk “menghancurkan … tantangan imperialis AS dan pasukan bawahan mereka” yang berusaha melanggar hak mereka, untuk membela diri, menyebutnya "kesulitan paling keras yang pernah ada".
Pyongyang telah membela peluncuran rudal sebagai hak kedaulatannya untuk membela diri dan menuduh Washington dan Seoul melakukan standar ganda atas uji coba senjata.
Baca juga: Mantan PM Jepang Harapkan Indonesia Tidak Pakai Nuklir, Gunakan Energi Terbarukan
Baca juga: Menteri Bahlil: Bukan China, Singapura Jadi Negara Paling Besar Nilai Investasinya di Indonesia
Tidak ada ICBM atau senjata nuklir yang diuji di Korea Utara sejak 2017, tetapi serentetan peluncuran rudal jarak pendek dimulai di tengah pembicaraan denuklirisasi yang terhenti, menyusul pertemuan puncak yang gagal dengan AS pada 2019.
Sekretaris Pers Departemen Pertahanan AS John Kirby mengutuk peluncuran terbaru sebagai "mengganggu stabilitas," dan meminta Pyongyang untuk "menghentikan provokasi ini".
Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan yang mengatakan uji coba itu merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional dan regional, dan merusak upaya untuk melanjutkan dialog dan membantu rakyat negara itu.
(Tribunnews.com/Yurika)