Hal itu bahkan menimbulkan istilah "Sultan" atau "crazy rich".
Saat ini sudah banyak yang mendapatkan predikat tersebut setelah melakukan flexing.
Padahal menurut Rhenald, orang yang benar-benar kaya cenderung akan memilih diam daripada memamerkan harta mereka kepada publik.
Ia juga merasa heran dengan masyarakat di era media sosial yang senang memamerkan harta kekayaan atau kemewahannya.
Apalagi menurutnya terkait fenomena flexing yang marak akhir-akhir ini.
Uniknya, Rhenald menilai orang-orang seringkali memamerkan sesuatu yang dimilikinya.
Dengan kemewahannya yang dimiliki, seakan-akan orang tersebut sengaja menunjukkan sesuatu agar dinilai mampu oleh orang lain.
"Ini (flexing) merupakan teori tentang signaling. Mereka (Sultan) mengirim signal kepada orang lain bahwa dia adalah orang yang luar bisa dan orang akan menilainya [sebagai orang kaya]," terang Rhenald.
Profesor di bidang ekonomi juga mengungkapkan fenomena flexing telah digunakan dalam dunia marketing, yakni teori consumer behaviour dimana terdapat conspicuous consumption atau konsumsi yang sengaja dipamerkan kepada orang lain.
Nah cara tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama.
Namun yang membedakan, lanjutnya, orang lain melakukan signaling dengan cara yang lebih halus.
"Seperti sebuah klinik gigi yang memajang sertifikat di ruang praktiknya. Hal itu bertujuan agar pasien yakin bahwa dia adalah dokter profesional," katanya.
Terakhir Rhenald berpendapat bahwa kegiatan pamer harta di media sosial semakin tak terbendung.