Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengatakan bahwa pasukan militernya di Belarus dijadwalkan menyelesaikan latihan mereka pada 20 Februari mendatang dan beberapa unit kini mulai bersiap untuk pulang.
Ini sangat kontras dengan laporan yang disampaikan media Amerika Serikat (AS) tentang penumpukan pasukan Rusia yang terus berlanjut di Belarus dan perbatasan barat-nya.
Menyusul pemindahan sebagian besar staf kedutaannya dari ibu kota Ukraina, Kiev pada akhir bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS telah mengumumkan akan memindahkan kedutaannya di Ukraina ke kota barat Lvov.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (15/2/2022), menurut Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, perubahan tersebut dipicu oleh kekhawatiran AS bahwa Rusia berencana untuk segera menginvasi Ukraina, meskipun ada jaminan lain dari Ukraina dan Rusia.
"Dengan mengingat hal itu, kami sedang dalam proses memindahkan sementara operasi Kedutaan Besar kami di Ukraina dari Kedutaan Besar kami di Kiev ke Lvov karena percepatan dramatis dalam penumpukan pasukan Rusia," kata Blinken.
Baca juga: Warga Jepang di Ukraina yang Sudah Level-4, Diminta Pulang ke Negaranya
Kendati demikian, kata dia, kedutaan akan tetap terlibat dengan pemerintah Ukraina untuk mengkoordinasikan keterlibatan diplomatiknya di negara itu.
"Tindakan pencegahan yang bijaksana ini sama sekali tidak merusak dukungan kami atau komitmen kami terhadap Ukraina. Komitmen kami terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina tidak tergoyahkan," tegas Blinken.
AS pun telah memiliki konsulat di Lvov, yang dekat dengan perbatasan barat Ukraina dengan Polandia.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS pada akhir pekan lalu membantah tudingan bahwa konsulat Lvov merupakan posisi 'mundur' yang menandakan 'kedutaan Kiev akan ditutup'.
"Kami memindahkan beberapa orang ke sana sebagian karena kedekatannya dengan fasilitas diplomatik dan konsuler AS di negara-negara tetangga."
"Sehingga kami dapat mempertahankan koordinasi yang erat dengan rekan-rekan di negara-negara tetangga tersebut, dan memastikan bahwa jika aksi militer di pihak Rusia dimulai, kami dapat memindahkan orang-orang itu secara aman jika terpaksa melakukannya," kata pejabat itu kepada wartawan.
Namun, menurut Wall Street Journal pada Senin kemarin, saat pekerja AS meninggalkan kedutaan Kiev, Departemen Luar Negeri AS 'memerintahkan penghancuran peralatan jaringan dan workstation komputer serta pembongkaran sistem telepon kedutaan'.
Langkah ini membuat kedutaan itu tidak dapat dioperasikan sebagai fasilitas diplomatik.