TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan melakukan panggilan telepon pada Jumat (18/3/2022) di tengah meningkatnya invasi Rusia ke Ukraina.
Bersamaan dengan situasi saat ini, posisi Beijing berada di bawah pengawasan internasional yang meningkat.
Dilansir CNN, China dan Rusia bukanlah sekutu militer.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara ini meningkatkan kemitraan di sektor perdagangan, teknologi, dan pelatihan militer.
Baik Kremlin maupun Beijing, juga vokal terhadap tindakan Barat yang mereka sebut mencampuri urusan keduanya.
Perang di Ukraina dimulai beberapa minggu setelah Beijing mendeklarasikan kemitraan tanpa batas dengan Moskow.
Baca juga: Telepon Erdogan, Putin Beberkan Tuntutan Rusia untuk Kesepakatan Damai dengan Ukraina
Baca juga: WHO: 12 Orang Tewas dalam 43 Serangan Terhadap Fasilitas Kesehatan di Ukraina
Di Februari lalu, Xi Jinping bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing.
Kedua pemimpin negara ini menandatangani pernyataan bersama yang mencakup ketidaksetujuan terhadap ekspansi NATO.
Diketahui, ekspansi NATO ke negara bekas Uni Soviet dan niat Ukraina untuk bergabung ini lah yang menjadi alasan Putin melancarkan invasi.
Beberapa hari menjelang invasi, Beijing secara terbuka menyangkal laporan intel AS bahwa Rusia akan segera menyerang Ukraina.
Sejak perang dimulai, China mencoba untuk memproyeksikan sikap netral.
Beijing tidak mengutuk tindakan Rusia dan menolak menyebut serangan itu sebagai invasi.
Diplomat China sempat mengkritik ekspansi NATO dan menuduh Amerika Serikat memicu konflik, tetapi juga menyerukan solusi diplomatik.
Namun dengan perang yang masih berlanjut, para ahli percaya posisi Beijing semakin tidak dapat dipertahankan karena dua alasan ini: