TRIBUNNEWS.COM, OSLO - Pesawat militer Amerika Serikat (AS) yang dinaiki empat orang dilaporkan jatuh di Norwegia, Jumat (18/3/2022).
Pesawat milik Korps Marinir AS tersebut jatuh saat tengah melakukan latihan NATO, yang tak jauh dari perbatasan Rusia.
Pesawat MV-22B Osprey dilaporkan hilang pukul 6.30 sore waktu setempat.
Menurut pejabat Norwegia, helikopter pertolongan dan pesawat militer Norwegia telah melihat puing-puing pesawat itu.
“Kami tak melihat adanya tanda-tanda kehidupan,” ujar Kepala Staf Kepolisian Nordland, Bent Eilertsen, dikutip dari New York Post.
Baca juga: Zelensky Peringatkan Dampak Jika Invasi Rusia Tak Kunjung Sepakati Damai
Usaha pertolongan udara terganggu oleh kondisi cuaca buruk, dan respons Barat tengah dilakukan.
“Sangat gelap, kondisi cuaca sangat buruk dan ada risiko tanah longsor,” tambah Eilertsen.
Dalam pernyataannya, Marinir AS mengonfirmasi adanya insiden yang melibatkan pesawat MV-22B Osprey.
Pesawat-helikopter hibrida itu sedang ikut serta dalam latihan NATO bertajuk “Cold Response" atau Respons Dingin ketika dilaporkan hilang.
Ribuan marinir AS termasuk di antara 30.000 tentara NATO yang ambil bagian dalam latihan militer, berjarak sekitar 300 km dari perbatasan Rusia dengan Norwegia.
Latihan ini hanya berjarak tiga pekan setelah Rusia menyerang Ukraina.
Menurut pejabat Norwegia, latihan ini merupakan latihan militer terbesar di Norwegia setelah akhir perang dingin
Rusia Ingatkan AS
Kemarin Istana Kepresidenan Rusia memberi tahu Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, AS tidak berhak menceramahi Rusia tentang kejahatan perang.
Kremlin mengatakan klaim Joe Biden yang menyebut Presiden Vladimir Putin adalah "penjahat perang" karena menyerang Ukraina, adalah pernyataan yang tak termaafkan oleh pemimpin negara (AS) yang telah membunuh warga sipil dalam konflik di seluruh dunia.
Invasi Rusia ke Ukraina telah menewaskan ribuan orang, membuat lebih dari 3 juta orang mengungsi.
Konflik tersebut menimbulkan kekhawatiran akan konfrontasi yang lebih luas antara Rusia dan Amerika Serikat, dua negara dengan kekuatan nuklir terbesar dunia.
Dalam percakapan dengan seorang reporter pada hari Rabu (16/3/2022), Biden berkata, "Oh, saya pikir dia adalah penjahat perang," setelah awalnya menjawab "tidak" untuk pertanyaan tentang apakah dia siap untuk memanggil Putin seperti itu.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menilai seharusnya AS berkaca pada tindakannya selama ini, yang dinilai Peskov telah menewaskan nyawa banyak orang dan menghancurkan banyak kota.
"Presiden kami adalah tokoh internasional yang sangat bijaksana, berwawasan luas, dan berbudaya serta kepala Federasi Rusia, kepala negara kami," kata Peskov ketika ditanya tentang pernyataan Biden, seperti diberitakan oleh CNBC TV18.
"Pernyataan seperti itu oleh Tuan Biden benar-benar tidak dapat diterima, dan tidak dapat dimaafkan," kata Peskov.
"Hal utama (yang perlu diingat) adalah bahwa kepala negara yang telah bertahun-tahun mengebom orang di seluruh dunia, Presiden negara (AS) tidak berhak membuat pernyataan seperti itu."
Peskov mengatakan Amerika Serikat telah mengebom mengalahkan Jepang pada 1945, menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Jepang menyerah enam hari kemudian dan mengakhiri Perang Dunia Kedua.
Biden Sebut Putin sebagai "Penjahat Perang"
Menteri Luar Negeri, Antony Blinken, pada hari Kamis (17/3/2022), menjadi pejabat pemerintahan Biden ketiga yang menyebut serangan Rusia di Ukraina sebagai “kejahatan perang".
Pernyataannya mengikuti Presiden Joe Biden, yang menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "penjahat perang" pada hari Rabu (16/3/2022), dikutip dari POLITICO.
Duta Besar PBB, Linda Thomas-Greenfield, juga menyebut serangan Rusia sebagai kejahatan perang pekan lalu.
“Kemarin, Presiden Biden mengatakan bahwa, menurut pendapatnya, kejahatan perang telah dilakukan di Ukraina. Secara pribadi, saya setuju,” kata Blinken, Kamis (17/3/2022).
“Dengan sengaja menargetkan warga sipil adalah kejahatan perang. Setelah semua kehancuran selama tiga minggu terakhir, saya merasa sulit untuk menyimpulkan bahwa Rusia melakukan sebaliknya.”
Ketika perang meningkat dan jurnalis melaporkan cerita tentang kebrutalan di Ukraina—dari kematian wanita hamil hingga rumah sakit yang porak-poranda—telah terjadi perubahan penting dalam retorika pemerintahan Biden, bahkan sejak minggu lalu.
Perubahan pilihan kata juga terjadi saat Blinken mengonfirmasi kematian seorang warga negara Amerika di Ukraina pada hari Kamis.