TRIBUNNEWS.COM - Preisden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat dan memberikan kuasa penuh kepada pasukan keamanan.
Pengumuman resmi ini disampaikan pemerintah sehari setelah ratusan orang mencoba menyerbu kediamannya, sebagai bentuk protes atas krisis ekonomi yang melanda Kolombo.
Dilansir Al Jazeera, Rajapaksa memberlakukan undang-undang ketat pada Jumat (1/4/2022).
UU ini memungkinkan militer menangkap dan memenjarakan tersangka kekerasan untuk waktu lama tanpa pengadilan saat unjuk rasa menyebar di seluruh Sri Lanka.
Di tengah krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka, para demonstran menuntut Rajapaksa untuk mundur dari posisinya sebagai Presiden.
Baca juga: Krisis Sri Lanka: Pemerintah Berlakukan Pemadaman Listrik 13 Jam, RS Berhenti Beroperasi
"Keadaan darurat diberlakukan untuk perlindungan ketertiban umum dan pemeliharaan persediaan dan layanan penting bagi kehidupan masyarakat," tutur Rajapaksa.
Aparat yang dipersenjatai senapan serbu otomatis dikerahkan untuk mengendalikan massa di statsiun bahan bakar dan di tempat lain, ketika keadaan darurat resmi diberlakukan.
Pengunjuk rasa semakin bertambah pada Sabtu (2/4/2022).
Jam malam
Negara berpenduduk 22 juta itu juga menghadapi kekurangan bahan pokok yang parah, kenaikan harga yang tajam dan pemadaman listrik.
Polisi memberlakukan kembali jam malam pada Jumat yang meliputi ibu kota Kolombo, memperluas zona larangan bepergian dari malam sebelumnya.
Puluhan aktivis HAM membawa plakat tulisan tangan dan lampu minyak di ibu kota saat berdemonstrasi di persimpangan jalan yang ramai.
“Saatnya untuk mundur dari Rajapaksa,” bunyi salah satu plakat.
"Jangan korupsi lagi, pulang Gota," demikian tulisan lain merujuk pada presiden.
Baca juga: 2 Surat Kabar Utama Sri Lanka Tangguhkan Edisi Cetak karena Kekurangan Kertas