TRIBUNNEWS.COM, SRI LANKA - Sri Lanka kini dinyatakan sebagai negara gagal.
Negara di Asia Selatan itu bangkrut akibat gagal membayar utang luar negeri.
Krisis ekonomi di negara itu membuat utang 51 miliar dollar AS atau Rp 732 triliun tak bisa dibayar.
Akibat krisis di Sri Lanka rakyatnya juga menderita kelaparan.
Berikut fakta-fakta Sri Lanka jadi negara bangkrut seperti dirangkum Tribunnews.com, Kamis (14/4/2022):
Butuh waktu lama untuk pemulihan
Pemerintah Sri Lanka menyebut negaranya kehabisan devisa untuk mengimpor barang-barang yang sangat dibutuhkan.
Lembaga pemeringkat dan divisi kredit Amerika, S&P Global Ratings, Rabu (13/4/2022) mengatakan, butuh waktu berbulan-bulan bagi Sri Lanka untuk merestrukturisasi utang luar negerinya.
Baca juga: Sri Lanka Umumkan Default Usai Gagal Bayar Utang Senilai Rp 732 Triliun
Pada Selasa (12/4/2022) Sri Lanka menyatakan, akan gagal membayar utang 51 miliar dollar AS (Rp 732 triliun) yang dipinjamnya dari luar negeri.
Sri Lanka mengonfirmasi mereka bakal melewatkan pembayaran kupon bunga yang jatuh tempo pada 18 April.
Rakyat mulai kelaparan
Sri Lanka gagal bayar utang luar negeri diumumkan ketika negara kepulauan itu bergulat dengan krisis ekonomi terburuknya dan meningkatnya demonstrasi yang menuntut pengunduran diri pemerintah.
Kekurangan makanan dan bahan bakar yang akut, serta pemadaman listrik setiap hari yang panjang, membawa penderitaan yang meluas ke 22 juta orang di Sri Lanka. Krisis paling menyakitkan sejak kemerdekaan pada 1948.
S&P melanjutkan, Sri Lanka tidak mungkin dapat melakukan restrukturisasi utang dengan cepat.
"Proses restrukturisasi utang Sri Lanka kemungkinan akan rumit dan mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan," kata S&P dikutip dari AFP.
"Negosiasi dengan IMF untuk membentuk program reformasi dan pendanaan masih dalam tahap awal," tambahnya.
Rakyat Diminta Sabar
Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa meminta rakyatnya yang marah karena krisis ekonomi yang mencekik untuk tetap sabar.
Krisis ekonomi yang mencekik negara pulau tersebut merupakan yang terburuk sejak merdeka pada 1948, sebagaimana dilansir AFP.
Para pengunjuk rasa telah berunjuk rasa setiap hari melawan Presiden Gotabaya Rajapaksa, adik Mahinda, di Colombo dan di tempat-tempat lain.
Mahinda mengatakan bahwa dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk menarik bangsa itu keluar dari jurang krisis yang terlanjur dalam.
"Harap diingat bahwa negara membutuhkan kesabaran Anda pada saat kritis ini," sambung Mahinda.
Tekanan pada keluarga Rajapaksa yang berkuasa telah meningkat dalam beberapa hari terakhir. Bahkan, komunitas bisnis penting negara itu mulai menarik dukungan untuk mereka.
Mahinda tidak secara langsung menanggapi seruan yang berkembang agar dia dan Gotabaya mundur.
Tetapi, dia tetap membela pemerintahannya dengan mengatakan bahwa partai-partai oposisi telah menolak tawaran mereka untuk membentuk pemerintahan persatuan.
Pemerintah salah urus
Selain itu dia juga menyalahkan utang luar negeri Sri Lanka yang menggunung dan membuat negara bangkrut karena alasan pandemi.
Pembatasan karena Covid-19 memang melumpuhkan ekonomi vital Sri Lanka yang didorong oleh pariwisata.
Sejumlah ahli mengatakan, krisis di Sri Lanka diperburuk oleh salah urus pemerintah, akumulasi utang selama bertahun-tahun, dan pemotongan pajak yang keliru.
Di sisi lain, Pemerintah Sri Lanka sedang mempersiapkan negosiasi bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pekan ini.
Sri Lanka mengharapkan 3 miliar dollar AS dari IMF untuk mendukung neraca pembayaran pulau itu dalam tiga tahun ke depan.
Demo besar-besaran di seluruh negeri
Gelombang protes besar-besaran melanda negara Sri Lanka sejak awal bulan ini.
Pasukan bersenjata negara tersebut menghadapi kerumunan yang memprotes krisis ekonomi yang memburuk, setelah pemblokiran media sosial gagal menghentikan demonstrasi anti-pemerintah.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa memberlakukan keadaan darurat nasional mulai Jumat (1/4/2022), sehari setelah massa berusaha menyerbu rumahnya di ibu kota, Kolombo, dan pembatasan pergerakan warga berlaku secara nasional hingga Senin (4/4/2022) pagi.
Al Jazeera melaporkan tetapi hanya dalam 12 jam pertama aturan ditetapkan, sekitar 664 orang telah ditahan karena melanggar aturan tersebut.
WNI di Sri Lanka
KBRI Colombo melakukan pendataan Warga Negara Indonesia (WNI) di Sri Lanka ditengah krisis ekonomi dan krisis keuangan besar yang melanda negara itu.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Judha Nugraha mengatakan pihaknya akan terus memonitoring WNI secara ketat WNI di Sri Lanka menyusul terjadinya kerusuhan pada tanggal 31 Maret lalu.
“Alhamdulillah, sampai saat ini tidak ada WNI yang terancam keselamatan, maupun kelangsungan hidupnya akibat krisis ekonomi yang sedang berlangsung,” kata Judha pada press briefing, Kamis (7/4/2022).
Judha berujar, berdasarkan catatan KBRI Colombo saat ini terdapat 232 WNI yang tinggal menetap di Sri Lanka.
Antisipasi yang dilakukan perwakilan RI dalam menanggapi situasi ini, adalah memberikan pelayanan kekonsuleran yang dilakukan secara daring untuk memudahkan WNI mendapatkan akses layangan di tengah kelangkaan bahan bakar yang terjadi di Sri Lanka.
Judha melanjutkan, pelayanan yang memerlukan kehadiran fisik, cukup sekali datang, kemudian dilakukan secara daring.
“Kita juga sudah siapkan pasukan logistik bagi WNI yang membutuhkan,” kata Judha.
Sumber: AFP/Reuters/Kompas.com