News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat : Kemenangan Emmanuel Macron di Pilpres Perancis Juga Jadi Kemenangan Ukraina

Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Prancis dan kandidat partai La Republique en Marche (LREM) untuk pemilihan ulang Emmanuel Macron merayakan kemenangannya dalam pemilihan presiden Prancis, di Champ de Mars di Paris, pada 24 April 2022. (Photo by Thomas COEX / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata

TRIBUNNEWS.COM , PRANCIS - Selaku petahana, Emmanuel Macron unggul dari Le Pen di Pemilihan Presiden Perancis.

Ia menang secara meyakinkan dengan meraup 58,5 persen suara.

Algooth Putranto, pengamat Ilmu Komunikasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, melihat kemenangan Emmanuel Macron di Pilpres Perancis juga sebagai kemenangan Ukraina.

“Kemenangan petahana Presiden Macron dalam pemilu Prancis sangat penting karena menentukan konsistensi sikap Eropa Barat dan pakta pertahanan NATO secara umum terhadap invasi Rusia ke Ukraina,” tutur Algooth Putranto.

Menurut dia, posisi Prancis sangat vital mengingat beberapa hal terkait invasi Rusia ke Ukraina.

Baca juga: Bantuan Militer Sekutu NATO ke Ukraina Mencapai 8 Miliar Dolar AS

Pertama, secara geografi Prancis merupakan sebagai negara Eropa terbesar ketiga setelah Rusia dan Ukraina.

Kedua, secara ekonomi, Prancis adalah salah satu negara yang menginisiasi terbentuknya lembaga Uni Eropa sebagai solusi pasca perang panjang di Eropa

Prancis, lanjut dia, juga bukan hanya bagian dari ekonomi ‘regional’ Eropa dan struktur politik, tetapi juga telah diintegrasikan ke dalam sistem ‘global’.

“Hasil pemilu Perancis memastikan dukungan Eropa Barat bagi Ukraina,” ucap Algooth.

Sebelum hasil pemilu diumumkan, Emmanuel Macron mengatakan secara terbuka dialognya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin telah terhenti setelah pembunuhan massal ditemukan di Ukraina.

Artinya, kata Algooth, Macron memiliki sikap yang lebih jelas dan tegas.

"Meski demikian, patut dicatat di antara pemimpin Eropa, Macron adalah pemimpin yang tetap membuka kemungkinan dialog dengan Moskow meski terbukti berkali tidak jujur dan ngawur,” ucap Algooth.

Menurut dia, sikap Perancis yang tetap membuka pintu dialog namun memberikan bantuan militer kepada Ukraina tidak lepas dari sejarah Prancis yang unik dalam pakta pertahanan NATO.

"Mereka ini keras kepala dan tak mau kalah dengan Amerika Serikat,” paparnya.

Perancis merupakan negara di Eropa yang paling memegang peranan penting dalam memobilisasi keamanan internasional baik melalui NATO dan PBB. Perancis juga satu di antara lima negara pemegang Hak Veto di PBB.

Baca juga: Kepala Intel Rusia Sebut Polandia Diam-diam Akan Rebut Kendali Sebagian Wilayah Ukraina

Peran Perancis dalam NATO tak terbantahkan karena merupakan satu dari sejumlah negara pendiri yang meneken perjanjian pakta NATO pada 4 April 1949.

NATO dibentuk karena adanya kekhawatiran negara-negara Eropa Barat dan Amerika terhadap ancaman keamanan dari dominasi Uni Soviet di wilayah Eropa.

Namun saat dipimpin Presiden Charles de Gaulle justru pernah memutuskan keluar dari komando NATO pada Maret 1966. Saat itu, de Gaulle bahkan memerintahkan pakta pertahanan itu menutup markas mereka di Prancis.

Alasannya, Prancis tidak ingin terjebak dalam konflik Blok Barat dan Blok Timur.

Meski keluar dari komando NATO, Prancis tetap tergabung dengan NATO. Artinya Prancis tidak terlibat dalam perencanaan kebijakan NATO.

Prancis kembali menjadi bagian anggota penuh NATO di masa Presiden Nicolas Sarkozy yang terpilih pada tahun 2007.

Keputusan tersebut terhitung kontroversial karena pada 2003 Prancis menentang keras invasi Amerika Serikat ke Irak karena bermodalkan kabar bohong senjata pemusnah massal atau weapon of mass destruction.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini