TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Komisi Eropa mengusulkan paket sanksi keenam terhadap Moskow, termasuk embargo penuh impor minyak Rusia.
Langkah-langkah baru, mencakup penghentian impor minyak mentah Rusia selama enam bulan, diumumkan Presiden Uni Eropa, Ursula von der Leyen di Parlemen Eropa, Brussel, Belgia, Rabu (4/5/2022).
Usulan itu harus disetujui suara bulat 27 negara anggota blok Eropa. Meski demikian, ada beberapa anggota Uni Eropa sudah meminta kelonggaran.
“Beberapa negara anggota sangat bergantung pada minyak Rusia. Tapi kita hanya harus bekerja di atas segalanya,” kata Ursula.
“Kami sekarang mengusulkan larangan minyak Rusia. Ini akan menjadi larangan impor lengkap untuk semua minyak Rusia, lintas laut dan pipa, minyak mentah dan sulingan,” lanjut Urusla von der Leyen.
Baca juga: Uni Eropa Siapkan Sanksi Keenam Untuk Kremlin, Akan Bebaskan Jerman Dari Ketergantungan Migas Rusia
Baca juga: Dibayangi Larangan Impor dari Rusia oleh Uni Eropa, Harga Minyak Kembali Naik
Pengecualian dibuat untuk Hungaria dan Slovakia, memberi mereka masa transisi yang lebih lama. Namun Presiden Uni Eropa tidak memberikan rincian tentang hal itu selama pidatonya.
Kedua negara masing-masing menerima 58 persen dan 96 persen mpor minyak mereka dari Rusia. Mereka kemungkinan dapat melanjutkan pembelian mereka hingga 2023.
Slovakia sebelumnya menuntut pembebasan dari larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia. Hongaria telah berulang kali menolak menandatangani sanksi yang melibatkan energi.
Perkembangan lain, Moskow memasukkan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida ke daftar orang yang terkena sanksi yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Rusia.
Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas kampanye anti-Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang dipimpin pemerintahan Kishida.
Moskow telah memasukkan 63 pejabat dan tokoh masyarakat ke daftar hitam, dengan menteri luar negeri negara itu, menteri pertahanan, menteri keuangan dan kehakiman di antara mereka.
Mereka semua dilarang memasuki Rusia. Kementerian luar negeri menyalahkan Tokyo atas retorika yang tidak dapat diterima terhadap Federasi Rusia.
Termasuk pencemaran nama baik dan ancaman langsung, yang diulangi tokoh masyarakat, pakar dan perwakilan media Jepang, dan sepenuhnya menjadi sasaran bias barat.
Sejak Rusia meluncurkan operasi militernya di Ukraina pada akhir Februari, Jepang mendukung sanksi barat yang dijatuhkan terhadap Moskow.