“Suara bom sangat keras setiap hari. Tapi kami memiliki nasib baik tampaknya. Mungkin belum takdir kita untuk mati,” katanya.
Baca juga: Tutup karena Konflik Rusia-Ukraina, Yunani Buka Kembali Kedutaan Besarnya di Kyiv
Sementara itu, ketika Iskandar merenungkan nasibnya di Chernihiv, istrinya, Ayi Rodiah, berusaha memanfaatkan situasi di rumahnya di Binjai.
“Tentu saja, saya terkejut ketika perang pecah dan suami saya terjebak di tengahnya,” katanya kepada Al Jazeera.
“Tetapi saya berpikir bahwa jika saya khawatir tentang kematiannya, itu akan menjadi kenyataan, jadi saya hanya mencoba untuk berpikir positif.”
Kedutaan Indonesia di Kyiv berusaha mati-matian untuk menyelamatkan orang-orang itu, tetapi rencana berturut-turut berakhir dengan kegagalan.
Mereka akan menerima panggilan telepon dari seorang pejabat kedutaan yang menyuruh mereka bersiap-siap, hanya untuk evakuasi dibatalkan pada menit terakhir karena masalah keamanan.
Suatu hari, mereka masuk ke sebuah van dan berkendara selama 15 menit di jalan, sebelum kembali.
Pada 17 Maret, tiga minggu setelah invasi dimulai, Iskandar akhirnya dapat melarikan diri, melakukan perjalanan darat dari Chernihiv ke Kyiv dengan van yang disewa oleh kedutaan, dan kemudian ke kota timur Lviv dekat perbatasan Polandia.
Dari Lviv, Iskandar menyeberang ke Polandia, dan terbang dari Warsawa ke Jakarta melalui Doha, sebelum terbang ke ibukota provinsi Medan dan kemudian berkendara ke rumahnya di Binjai.
Selain bantuan dari kedutaan Indonesia, Iskandar mengatakan bahwa dia berterima kasih kepada orang-orang Ukraina yang membantunya dalam perjalanannya, melindunginya dan mengantarnya ke tempat yang aman, termasuk beberapa mantan rekannya, banyak di antaranya telah tinggal dan mengambil alih senjata dalam perang melawan tentara Rusia.
(Tribunnews.com/Yurika)