TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengirim tim ahli "terbesar yang pernah ada" ke Ukraina untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang sejak invasi Rusia pada Februari, menurut Karim Khan Kepala Jaksa Pengadilan yang , berbasis di Den Haag.
Karim Khan mengatakan pada Selasa (17/5/2022) bahwa tim beranggotakan 42 orang yang terdiri dari penyelidik, ahli forensik, dan staf pendukung.
"(Tim) memajukan penyelidikan kami atas kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional dan memberikan dukungan kepada otoritas nasional Ukraina," katanya, seperti dikutip Al Jazeera.
Tim akan meningkatkan pengumpulan kesaksian saksi, identifikasi bahan forensik dan membantu memastikan bahwa "bukti dikumpulkan dengan cara yang memperkuat penerimaannya dalam proses masa depan" di pengadilan, katanya.
Baca juga: Cerita Warga Ukraina yang Disiksa Tentara Rusia, Wajah Ditembak hingga Pura-pura Mati saat Dikubur
Baca juga: RANGKUMAN Sejumlah Peristiwa yang Terjadi Selama Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-83
Khan berterima kasih kepada Belanda, tempat pengadilan itu berada, karena mengirimkan "sejumlah besar pakar nasional Belanda" untuk membantu misi tersebut.
Para ahli akan mewawancarai saksi, mengamankan dan menganalisis bukti dan mendukung penyelidik nasional dalam mengamankan bukti.
Kerja sama dengan ahli forensik Prancis
Selain itu, tim juga akan bekerja sama dengan ahli forensik Prancis yang sudah berada di Ukraina.
Pekerjaan semua orang yang terlibat di daerah konflik harus dikoordinasikan secara efektif, menurut penuntutan.
Baca juga: Lebih dari 260 Pejuang Ukraina Dievakuasi dari Pabrik Baja Mariupol
Baca juga: Perang Sengit di Pabrik Baja Azovstal Mariupol Berakhir, Ratusan Pasukan Ukraina Dievakuasi
Ukraina adalah TKP
Jaksa ICC mengumumkan penyelidikan atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan hanya empat hari setelah invasi Rusia pada 24 Februari.
Pada April 2022 kemarin, selama kunjugannya ke kota Bucha, dekat Kyiv, Khan mengatakan bahwa "Ukraina adalah TKP".
Mayat ditemukan tergeletak di jalan-jalan setelah pasukan Rusia mundur pada akhir Maret.
Untuk digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, serangan harus menjadi bagian dari apa yang disebut oleh perjanjian pendiri ICC, Statuta Roma, sebagai "serangan meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil mana pun";.
"Sekarang lebih dari sebelumnya kita perlu menunjukkan hukum dalam tindakan di Ukraina," ucap Khan.
Rusia tidak mengakui pengadilan ini.
Sedangkan Ukraina, bagaimanapun telah secara eksplisit mengakui yurisdiksi pengadilan atas wilayah dasarnya.
Baca juga: Pengamat Sebut Serangan ke Ukraina Pertaruhkan Masa Depan Rusia
Baca juga: Vladimir Putin Disebut Ambilalih Tugas Kolonelnya Atur Operasional Teknis Serangan ke Ukraina
Penggunaan senjata peledak
Misi Pemantau Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina mengatakan pekan lalu bahwa mereka membenarkan 7.061 korban sipil, dengan 3.381 tewas dan 3.680 terluka.
Tim juga mengatakan sebagian besar kematian terjadi akibat penggunaan senjata peledak.
Jumlah korban yang tinggi menunjukkan bahwa pasukan Rusia menyerang tanpa pandang bulu dan tidak proporsional, menurut tim PBB.
Sementara itu, lebih dari enam juta pengungsi telah melarikan diri dari pertempuran sejak awal invasi Rusia, kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi.
Sekitar 90 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, tambahnya.
Sebagian besar telah pergi ke negara-negara tetangga termasuk Polandia dan Rumania.
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)