TRIBUNNEWS.COM - Dalam sebuah program televisi di media pemerintah, seorang analis militer dan pensiunan kolonel Rusia blak-blakan mengungkap kekurangan pasukan Rusia di Ukraina.
Biasanya media Rusia akan menyajikan pandangan lain mengenai perang di Ukraina, bahkan tidak menggunakan kata 'perang' melainkan 'operasi militer khusus'.
Kremlin sendiri meyakinkan publik bahwa serangan Rusia di Ukraina berjalan sesuai rencana.
Namun pada Senin malam, seorang analis dan pensiunan kolonel bernama Mikhail Khodarenok, menjabarkan pandangan berbeda.
Baca juga: Nasib Ratusan Tentara Ukraina Tak Pasti Usai Menyerah, Dijamin Putin atau Terancam Hukuman Mati
Baca juga: Unicef: Konflik Rusia-Ukraina Picu Ancaman Malnutrisi Pada 600.000 Anak di Dunia
Bicara di program 60 Minutes yang disiarkan televisi pemerintah Rusia, Khodarenok memperingatkan bahwa situasi Rusia akan memburuk karena Ukraina dibanjiri bantuan militer dari Barat.
Ia menyebut tentara Ukraina kini dapat mempersenjatai satu juta orang.
"Keinginan untuk mempertahankan tanah air mereka sangat besar. Kemenangan akhir di medan perang ditentukan oleh moral tinggi pasukan yang menumpahkan darah untuk ide-ide yang siap mereka perjuangkan," katanya, mengacu kepada tentara Ukraina, lapor BBC.
"Masalah terbesar dengan situasi militer dan politik (Rusia)."
"Adalah bahwa kita berada dalam isolasi politik total dan seluruh dunia menentang kita, bahkan jika kita tidak mau mengakuinya. Kita harus menyelesaikan situasi ini," imbuh Khodarenok.
"Situasinya tidak bisa dianggap normal ketika melawan kita, ada koalisi 42 negara dan ketika sumber daya kita, militer-politik dan militer-teknis, terbatas."
Tamu lain di studio itu tampak terdiam.
Sang host, Olga Skabeyeva, yang biasanya garang dan vokal dalam membela Kremlin, juga tampak tenang.
Kritik di televisi, yang ditonton jutaan orang, merupakan level yang berbeda dibanding hanya kritikan di media cetak.
Kremlin berusaha mengontrol laju informasi di medianya, seperti menutup sumber berita independen Rusia dan memastikan televisi menyiarkan sesuai pesan pemeritah.
Sangat jarang untuk mendengar analisis realistis tentang peristiwa di TV Rusia.
Dalam beberapa minggu terakhir, pandangan kritis telah muncul di televisi Rusia.
"Perang di Ukraina melukiskan gambaran yang menakutkan, ia memiliki pengaruh yang sangat menindas pada masyarakat kita," kata seorang film-maker kepada presenter acara talkshow, Maret lalu.
Update Perang Rusia-Ukraina
Invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-84 pada Rabu (18/5/2022).
Amerika Serikat (AS) membentuk unit untuk menyelidiki kejahatan perang Rusia di Ukraina.
Sementara itu, negosiasi damai antara dua negara terhenti.
Berikut sejumlah peristiwa terakhir, dilaporkan The Guardian:
- Pengadilan pidana internasional pada Selasa mengirim tim beranggotakan 42 orang ke Ukraina untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang sejak invasi Rusia.
- AS akan membentuk unit baru untuk meneliti, mendokumentasikan, dan mempublikasikan dugaan kejahatan perang oleh Rusia di Ukraina.
- Negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina telah mengalami stagnasi, kata para pejabat pada Selasa. Kedua belah pihak disebut saling menyalahkan dan Moskow mengindikasikan kembalinya perundingan mungkin sulit.
- Nasib lebih dari 260 tentara Ukraina yang telah mengakhiri perlawanan selama berminggu-minggu di pabrik baja Azovstal di Mariupol masih belum jelas, setelah menyerah dan dipindahkan ke wilayah yang dikuasai Rusia.
- Delapan orang tewas dan 12 terluka setelah Rusia melancarkan serangan rudal di desa Desna di wilayah utara Ukraina, Chernihiv, menurut layanan darurat negara Ukraina.
- Sebuah desa di provinsi barat Rusia, Kursk yang berbatasan dengan Ukraina diserang pasukan Ukraina, kata gubernur regional, tetapi tidak ada korban luka.
- Presiden Prancis, Emmanuel Macron, berjanji kepada Presiden Volodymyr Zelensky, bahwa pengiriman senjata Prancis ke Kyiv akan meningkat dalam beberapa hari mendatang.
- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan pasukan Rusia mungkin telah menderita "kerugian yang mengesankan" sejak invasi mereka ke Ukraina.
- Finlandia dan Swedia mengumumkan akan mengajukan tawaran untuk bergabung dengan NATO bersama-sama, meskipun ada penolakan dari Turki.
Baca juga: Bintang TikTok Ukraina Valeria Shashenok Ceritakan Kehidupan selama Perang
Baca juga: Putin: Menyingkirkan Minyak Rusia sama dengan Bunuh Diri Ekonomi
- Presiden Finlandia Niinistö dan Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson, akan bertemu dengan Presiden AS, Joe Biden pada Kamis, kata Gedung Putih.
Para pemimpin diperkirakan akan membahas aplikasi NATO Finlandia dan Swedia, keamanan Eropa, dan dukungan untuk Ukraina di tengah invasi Rusia.
- Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan bahwa Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO mungkin tidak akan membuat banyak perbedaan.
- Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa Eropa mengambil risiko membayar harga energi paling mahal di dunia dengan mengabaikan pasokan energi Rusia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)