TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari tiga bulan berlalu semenjak invasi Rusia di Ukraina.
Sejak itu pula sanksi yang dipimpin Amerika Serikat telah dijatuhkan kepada Rusia dengan maksud menggoyahkan ekonomi negara tersebut.
Namun, sanksi-sanksi itu tampaknya tidak berpengaruh karena ekonomi Rusia tetap tidak runtuh hingga saat ini.
Mata uang Rubel telah pulih dan sekarang bahkan bernilai lebih dari sebelum invasi.
Pundi-pundi Kremlin meluap dari rekor penjualan minyak dan gas.
Bahkan McDonald's yang baru telah dibuka kembali di Rusia, berganti nama di bawah kepemilikan miliarder Siberia.
Baca juga: Panglima Militer Inggris Sebut Rusia Lakukan Kesalahan dan Kalah Secara Strategis, NATO Semakin Kuat
Baca juga: Balas Sanksi Barat, Rusia Larang 29 Jurnalis Inggris Memasuki Moskow
Sementara itu, militer Rusia terus menggempur Ukraina dengan pasokan tank dan artileri yang stabil.
Namun di dalam Departemen Keuangan, tim pakar sanksi memandang ketahanan itu sebagai fatamorgana.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, pejabat tinggi Departemen Keuangan mengatakan mereka tetap yakin sanksi mereka akan berhasil.
Mereka yakin bahwa di bawah permukaan, cerita yang jauh lebih mengerikan sedang berlangsung dalam ekonomi Rusia, di mana mereka berpendapat bahwa kerusakan nyata dan abadi sedang terjadi.
"Pemerintah AS telah menyaksikan narasi 'Lihat Rusia -- lihat nilai rubel yang tinggi, wow, Rusia benar-benar telah mengalahkan sanksi ini!' dan kami seperti, 'Tidak!' Itu pesan yang salah untuk diambil,'" kata seorang pejabat senior Departemen Keuangan, merinci hasil berbulan-bulan kerja yang telah mereka lakukan untuk membuat sanksi terhadap Rusia.
Saat para pejabat tinggi militer AS di Pentagon menyaksikan perang panas berlangsung di Ukraina, era baru perang ekonomi sedang berlangsung.
Era perang baru itu dilakukan oleh pengacara pemerintah, akuntan, ekonom, dan ahli keuangan yang bekerja keras di balik ruangan aman tanpa khwatir terkena bom.
"Mereka seperti prajurit kutu buku kami," kata seorang pejabat senior administrasi sambil tersenyum kagum.