TRIBUNNEWS.COM - Kesaksian dari pejuang Ukraina yang menyerah kepada pasukan militan yang didukung Rusia di pemukiman Metolkine, di Severodonetsk, Luhansk, digunakan untuk negosiasi.
Dilansir Al Jazeera, pejuang Ukraina itu bersaksi melawan rekan-rekannya yang bersembunyi di pabrik kimia Azot di kota timur Severodonetsk.
Militan dari Republik Rakyat Luhansk (LPR) yang memproklamirkan diri dan didukung Rusia pada Minggu (20/6/2022) mengatakan, sejumlah tentara dari Batalyon Aidar yang berbasis di Luhansk di Ukraina menyerah kepada LPR pada 18 Juni.
Itu terjadi saat Rusia merebut pemukiman Metolkine di pinggiran Severodonetsk.
Baca juga: Rusia Pangkas Pasokan Gas, Austria Operasikan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara
Baca juga: Peringatan NATO soal Perang di Ukraina: Bisa Memakan Waktu Bertahun-tahun
Para militan tidak mengatakan berapa banyak tentara Ukraina yang telah menyerah.
Namun pihaknya mengklaim ada komandan unit di antara para tentara itu.
Sumber yang dekat dengan LPR mengatakan, separatis yang didukung Rusia sekarang menggunakan informasi dari anggota Batalyon Aidar untuk bernegosiasi dengan tentara Ukraina di pabrik kimia Azot.
Menurut laporan media Rusia, TASS, anggota Batalyon Aidar, yang menyerah kepada Milisi Rakyat LPR, bersaksi melawan sesama rekannya yang memblokir pabrik kimia Azot.
"Saat ini, informasi yang diperoleh dari anggota Aidar, yang menyerah di Metyolkino, digunakan untuk negosiasi dengan militan (pasukan Ukraina)," kata sumber yang dekat dengan Milisi Rakyat LPR kepada TASS.
Negosiasi antara angkatan bersenjata Ukraina dan gerilyawan asing yang memblokir pabrik kimia Azot di Severodonetsk berakhir tanpa hasil pada Minggu, kata sumber.
"Negosiasi dengan pasukan Ukraina di pabrik Azot sejauh ini tidak berhasil."
"Mereka tidak mulai keluar dan menyerah, tetapi pembicaraan terus berlanjut," kata sumber itu.
Menurut sumber, tentara bayaran asing yang menduduki pabrik kimia Azot di Severodonetsk bersama dengan batalyon nasionalis Aidar, memblokir negosiasi untuk menyerah kepada Milisi Rakyat LPR.
"Mereka (tentara bayaran asing) menghalangi proses negosiasi. Jadi kami menunggu," kata sumber itu.
Batalyon Serangan Terpisah ke-24 "Aidar", juga dikenal sebagai Batalyon Aidar, adalah batalion penyerangan Angkatan Darat Ukraina.
Pada 18 Juni lalu, seorang sumber di Milisi Rakyat LPR mengatakan kepada TASS bahwa militan Aidar, termasuk para komandan, menyerah kepada pasukan LPR di Metyolkino, dekat Severodonetsk.
Kabar ini telah dikonfirmasi oleh utusan LPR untuk Federasi Rusia, Rodion Miroshnik.
Pada Minggu, Kepala Chechnya Ramzan Kadyrov mengatakan dalam saluran Telegramnya bahwa unit-unit Chechnya dan Milisi Rakyat LPR menyelesaikan pembersihan pemukiman Metyolkino.
Ratusan warga sipil dan beberapa pasukan Ukraina berlindung di dalam pabrik Azot di Severodonetsk.
Menurut laporan Gubernur Luhansk, situs ini menderita penyerangan setiap hari oleh pasukan Rusia.
Perang Panjang
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, telah memperingatkan sekutu Barat untuk bersiap menghadapi konflik jangka panjang di Ukraina.
Di surat kabar The Sunday Times, PM Johnson menyerukan dukungan untuk Ukraina dan memperingatkan para negara pendukung Kyiv.
"Waktu sekarang menjadi faktor vital," tulis pemimpin Inggris itu dalam artikel tersebut, dikutip dari Al Jazeera.
"Semuanya akan tergantung pada apakah Ukraina dapat memperkuat kemampuannya untuk mempertahankan tanahnya lebih cepat daripada Rusia dapat memperbarui kapasitasnya untuk menyerang. Tugas kami adalah mengumpulkan waktu di pihak Ukraina," imbuhnya.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia: Zelensky Prediksi Eskalasi Serangan hingga Ukraina Proses Masuk Uni Eropa
Baca juga: Lithuania Blokir Akses Kereta Kargo Rusia yang Angkut Barang Ekspor-Impor Via Kaliningrad
Untuk membantu, ia menguraikan rencana empat poin untuk "pendanaan konstan dan bantuan teknis", yang tingkatnya harus dipertahankan untuk "tahun-tahun mendatang" dan berpotensi ditingkatkan.
Sementara itu, Stoltenberg memperkirakan perang Rusia-Ukraina dapat berlangsung bertahun-tahun.
"Kita harus bersiap untuk kenyataan bahwa itu bisa memakan waktu bertahun-tahun. Kita tidak boleh putus asa dalam mendukung Ukraina," katanya.
"Bahkan jika biayanya tinggi, tidak hanya untuk dukungan militer, juga karena kenaikan harga energi dan pangan," jelas Stoltenberg.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)