TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan, saat ini Uni Eropa (UE) membentuk koalisi dengan NATO untuk melawan Rusia.
Hal tersebut disampaikan Lavrov dalam konferensi pers pada Jumat (24/6/2022) setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov.
"Tindakan yang diambil oleh UE dan NATO pada dasarnya sama dengan pembentukan "koalisi baru" yang menargetkan Rusia," kata Lavrov, dikutip dari RussianToday.
Adapun, pembentukan koalisi itu ia bandingkan dengan langkah-langkah yang diambil diktator Nazi Adolf Hilter sebelum menyerang Uni Soviet pada Perang Dunia Kedua.
Untuk itu, saat ini Rusia hanya perlu melihat pergerakan koalisi tersebut dengan hati-hati.
"Ketika Perang Dunia Kedua dimulai, Hitler mengumpulkan di bawah panjinya sebagian besar, jika bukan sebagian besar, dari negara-negara Eropa untuk perang melawan Uni Soviet," kata Lavrov.
"Sekarang, UE bersama dengan NATO membentuk koalisi lain (lebih modern) sebagai kebuntuan dan pada akhirnya, perang dengan Federasi Rusia. Kami akan melihat semua ini dengan sangat hati-hati," sambungnya.
Baca juga: Peringatan Untuk NATO, Rusia Telah Perbarui Senjata Pamungkas yang Siap Tempur Akhir 2022
Mengenai Ukraina jadi kandidat negara anggota Uni Eropa, Lavrov menyebut Rusia akan mengikuti dengan cermat langkah-langkah yang diambil Uni Eropa selanjutnya.
"Moskow 'tidak memiliki bayangan' tentang prospek 'sentimen Russophobic' di dalam UE yang menghilang dalam waktu dekat," kata Lavrov.
"Rusia akan dengan cermat mengikuti semua "langkah nyata" yang diambil oleh blok itu dan negara-negara kandidatnya," tambahnya.
Diketahui, pernyataan Lavrov ini datang setelah geram dengan proposal pembentukan koalisi angkatan laut internasional untuk mengawal kapal yang membawa gandum Ukraina melalui Laut Hitam yang ia sebut sebagai upaya ikut campur di wilayah di bawah naungan PBB.
"Skema semacam itu tidak diperlukan untuk memfasilitasi ekspor biji-bijian Ukraina," katanya.
"Moskow menjamin keamanan kapal sampai ke Selat Bosphorus, jalur akses utama Laut Hitam yang dikendalikan oleh Turki," tambahnya.
Kemudian, di awal Juni, Lavrov juga menyebut Washington berusaha menggunakan konflik di Ukraina untuk mencabut independen Rusia di arena internasional dan memaksanya untuk bermain dengan aturan yang ditetapkan oleh AS.
"Amerika dan sekutunya tidak akan berhasil dalam upaya seperti itu," kata Lavrov saat itu.
Rencana Ukraina Serang Rusia Pakai Senjata dari AS
Bantuan sistem roket canggih HIMARS dari Amerika Serikat (AS) sudah tiba di Ukraina pada Kamis (23/6/2022) waktu setempat.
Setelah menerima roket tersebut, Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov mengeluarkan peringatan untuk menyerang pasukan Rusia dengan rudal besar-besaran.
Dikutip dari Newsweek, Reznikov mengumumkan kedatangan senjata HIMARS, yang diduga dapat mencapai target sekitar 80 km melalui postingan di akun Twitter-nya.
Keberadaan roket HIMARS pun membawa Ukraina merasa percaya diri untuk menghadapi pasukan Rusia melalui serangan rudalnya.
"HIMARS telah tiba di Ukraina. Terima kasih kepada kolega dan teman saya Menteri Pertahanan (AS) @SecDef Lloyd J. Austin untuk alat yang hebat ini!" tulis pejabat Ukraina itu.
"Musim panas akan menjadi panas bagi penjajah Rusia. Dan yang terakhir untuk beberapa dari mereka," tambah Reznikov disertai foto roket yang diluncurkan.
Baca juga: Teror Untuk Pendukung Rusia, ‘Pengkhianat Lokal’ Tewas Oleh Serangan Bom Mobil di Kherson
Sebelumnya, empat HIMARS akan datang sesuai janji AS yang akan memberikan paket bantuan senilai 1 miliar USD pada pengumuman Gedung Putih awal Juni 2022.
Kemudian, CBS News melaporkan pada Rabu (22/6/2022) bahwa Gedung Putih berencana mengirimkan tambahan HIMARS untuk Ukraina.
"Kami akan memperdalam dukungan kami untuk Angkatan Bersenjata Ukraina dalam pertempuran hari ini, dan kami akan membangun kekuatan abadi mereka untuk menghadapi bahaya besok," kata Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin dalam sambutannya pada 15 Juni di Belgia.
"Dengan bekerja sama, kami dapat membantu Ukraina mempertahankan diri dari serangan kejam Rusia," katanya.
Kemampuan HIMARS
Diketahui, Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) adalah sistem roket Amerika modern berbasis truk yang menurut pejabat AS akan memungkinkan pasukan Ukraina mencapai target hingga 80 km jauhnya, dilansir New York Post.
Bahkan, sistem yang diproduksi Lockheed Martin menunjukkan bahwa sistem HIMARS dapat mencapai target lebih dari tiga kali jarak itu, jika dipersenjatai dengan roket yang tepat.
Baca juga: Mengenal Kecanggihan HIMARS, Roket AS yang Dikirim ke Ukraina
Washington telah menyatakan keprihatinan bahwa serangan roket Ukraina di luar perbatasan Rusia akan semakin meningkatkan konflik.
Untuk itu, pihaknya telah meminta jaminan dari Kyiv bahwa wilayah Rusia terlarang untuk serangan.
Sistem jarak jauh ini mewakili harapan terbaik Ukraina untuk membalikkan keadaan di Donbas, kawasan industri timur Ukraina yang mendapat serangan dari Rusia secara masif.
Situasi Terkini di Ukraina Timur
Di negara bagian Donbas utara, Luhansk pada hari Kamis (23/6/2022), pasukan Rusia memberikan tekanan lebih pada satu-satunya pertahanan Ukraina di kota kembar Severodonetsk dan Lysychansk.
Gubernur regional Serhiy Haidai pun mengatakan, pasukan Rusia telah merebut dua desa tambahan di selatan kota, yang berada di antara Sungai Donets Siversky di barat daya Luhansk.
Baca juga: Pentagon Akui Ukraina Butuh Latihan Operasikan HIMARS: Tak Berguna jika Tidak Maksimal
Artinya, Kemenangan Rusia di Rai-Oleksandrivka dan Loskutivka membuat Kremlin lebih dekat dengan Severodonetsk dan Lysychansk.
"Untuk menghindari pengepungan, komando kami dapat memerintahkan agar pasukan mundur ke posisi baru," kata Haidai di televisi Ukraina.
"Seluruh Lysychansk berada dalam jangkauan tembakan mereka. Sangat berbahaya di kota," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)