TRIBUNNEWS.COM - Dokter penyakit menular asal Rusia, Yevgeny Timakov mengatakan kepada TASS, Monkeypox tidak dapat dianggap sebagai pandemi karena jumlahnya kasus kecil.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar cacar monyet dinyatakan sebagai pandemi.
"Penyakit ini sama sekali tidak dianggap sebagai pandemi. Hanya sedikit yang sakit, tidak terlalu menular," ungkapnya.
"Virus mungkin telah berubah dalam beberapa hal, tetapi tidak menimbulkan bahaya dalam skala global," jelas pakar tersebut.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Tegaskan Kasus Cacar Monyet atau Monkeypox Belum Ada di Indonesia
Timakov menyebut virus ditularkan hanya melalui kontak dekat dengan yang terinfeksi.
"Kalau (virus) dari hewan, kalau menular ke manusia, itu lebih berbahaya, dari (pada) manusia ke manusia (tingkat penularannya) kurang berbahaya, karena kehilangan patogennya," tambahnya.
Ia juga mencatat bahwa ada peningkatan pemantauan orang yang memasuki Federasi Rusia dari negara-negara di mana kasus infeksi ditemukan.
Monkeypox adalah penyakit virus langka, biasanya ditularkan ke manusia oleh hewan liar seperti hewan pengerat dan primata.
Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan punggung, pembengkakan kelenjar getah bening, kedinginan dan kelelahan. Ini mungkin juga melibatkan ruam kulit.
Menurut WHO, biasanya koefisien kematian selama wabah cacar monyet berkisar antara 1 persen hingga 10 persen dengan mayoritas kematian pada kelompok usia yang lebih muda.
Baca juga: Seorang Kru Kabin British Airways Terinfeksi Monkeypox saat Transit di Singapura
Inkubasi monkeypox 14 hari
Cacar monyet, dianggap sebagai sepupu cacar yang tidak terlalu parah.
Monkeypox memiliki masa inkubasi tujuh hingga 14 hari, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Gejala awal biasanya seperti flu, seperti demam, menggigil, kelelahan, sakit kepala dan kelemahan otot.