TRIBUNNEWS.COM, HAMBURG – Dua tentara Jerman atau Bundeswehr berencana menggunakan bahan peledak curian untuk menghancurkan jembatan yang menghubungkan Krimea dengan daratan Rusia.
Dua tentara itu bagian dari sekelompok tersangka yang ditangkap di negara bagian Schleswig-Holstein, Jerman utara karena serangkaian perampokan di pangkalan militer.
Laporan penyelidikan itu dipublikasikan majalah ternama Jerman, Stern, mengutip sumber kepolisian setempat. Laporan itu dikutip Russia Today, Jumat (8/7/2022).
“Serangkaian perampokan, penyelidikan panjang, rencana gila: Bagaimana tentara Jerman ingin campur tangan dalam perang Ukraina,” tajuk utama mingguan yang berbasis di Hamburg itu.
Baca juga: Ini Alasan Jerman Tidak Dapat Kirim Senjata ke Ukraina Secepat Amerika Serikat
Baca juga: Jerman dan Belanda Siap Memasok Enam Howitzer Tambahan ke Ukraina
Rusia menggelar operasi militer khusus ke Ukraina menyusul kegagalan Perjanjian Minsk 2014. Militer Ukraina membombardir wilayah Donbass selama 8 tahun terakhir.
Wilayah Donbass terdiri dari Republik Luhansk dan Republik Donetz, berpenduduk mayoritas Rusia, dan ingin memerdekakan diri dari Ukraina.
Cerita yang dikumpulkan dari laporan polisi, merinci penyelidikan atas jaringan pencurian yang melibatkan empat tentara Bundeswehr dan delapan tersangka lainnya yang ditangkap polisi di Kiel.
Penangkapan itu sebenarnya terjadi pada 22 Mei, dengan sedikit atau tanpa perhatian media, karena penyelidikan difokuskan pada pembobolan fasilitas militer.
Mereka mencuri senjata, bahan peledak, dan amunisi lainnya untuk dijual kembali di pasar gelap. Plot peledakan jembatan Krimea ditemukan secara tidak sengaja.
Polisi telah memantau percakapan telepon para tersangka. Selama panggilan telepon, kedua pria tersebut membahas jenis dan jumlah bahan yang mereka perlukan.
Bahan peledak itu akan mereka gunakan untuk menghancurkan jembatan sepanjang 19 kilometer antara Krimea dan Semenanjung Taman.
Peledakan jembatan yang dibangun Rusia itu mereka lakukan sebagai cara untuk membantu Ukraina yang berperang melawan Rusia.
Tepat sebelum mereka ditangkap, para konspirator telah mencoba – tidak berhasil – untuk mencuri peralatan menyelam dari fasilitas angkatan laut Eckernfoerde dekat Kiel.
Polisi mengatakan mereka telah merencanakan untuk melakukan perjalanan ke Ukraina beberapa hari kemudian.
Amunisi, senjata dan bahan peledak ditemukan di rumah kedua tentara tersebut. Stern mengatakan barang curian itu sebagian dimaksudkan untuk dijual kembali dan sebagian untuk penggunaan pribadi – termasuk plot Krimea.
Lingkaran operasi sabotase itu diduga mulai beroperasi musim panas lalu, dan masuk ke barak di Alt Duvenstedt dan fasilitas angkatan laut di Eckernfoerde pada awal 2022, sebelum permusuhan di Ukraina meningkat.
Krimea memilih meninggalkan Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia pada Maret 2014, menyusul kudeta yang didukung AS di Kiev.
Jembatan ini dibangun untuk menghubungkan semenanjung ke daratan Rusia, dengan pembukaan bagian jalan pada 2018 dan segmen rel pada 2020.
Meskipun pasukan Rusia menjalin hubungan darat dengan Krimea pada awal konflik dengan mengambil sebagian besar wilayah Kherson dan Zaporozhye, pemerintah di Kiev tetap bertekad untuk menghancurkan jembatan tersebut.
“Jika ada kesempatan untuk melakukan ini, kami pasti akan melakukannya,” kata Alexey Danilov, Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, dalam sebuah wawancara April.
Jenderal Ukraina Dmitry Marchenko mengatakan kepada media pemerintah AS bulan lalu Kiev masih ingin meledakkan jembatan itu, tetapi sedang menunggu bantuan senjata barat.
Alexey Arestovich, penasihat utama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mengatakan pekan lalu rencana untuk menghancurkan jembatan itu benar-benar masih berjalan.
Pada Kamis, mantan komandan NATO di Eropa dan pensiunan jenderal Angkatan Udara AS Philip Breedlove mengatakan kepada Times, Ukraina harus menggunakan rudal anti-kapal Harpoon kiriman Pentagon untuk menghantam jembatan itu.
Perkembangan lain terkait posisi Jerman di konflik Ukraina, Berlin akan terus mendukung Ukraina “dengan segala kemungkinan” tetapi tidak dengan mengorbankan kemampuan pertahanannya sendiri.
Hal ini ditegaskan Menteri Pertahanan Christine Lambrecht. Berlin tidak akan memasok kendaraan pengangkut personel lapis baja (APC) Fuchs ke Kiev karena Bundeswehrlebih membutuhkannya.
“Kami mendukung Ukraina dengan segala yang mungkin dan bertanggung jawab. Tetapi kami harus menjamin kemampuan pertahanan Jerman,” kata Lambrecht kepada kantor berita DPA.
Pernyataan Lambrecht muncul sehari setelah sekelompok anggota parlemen mendesak Berlin mengirimkan 200 unit Fuchs APC ke Kiev sesegera mungkin.
Inisiatif ini dipelopori oleh aliansi oposisi CDU/CSU, yang berpendapat kendaraan era 1970-an itu akan segera dipindahkan ke cadangan militer.
Jerman telah menyediakan berbagai macam persenjataan kepada Ukraina sejak awal konflik yang sedang berlangsung antara Kiev dan Moskow yang pecah pada akhir Februari.
Namun, Berlin tertinggal jauh di belakang pemasok senjata utama, AS dan Inggris, dan telah menghadapi tuduhan “berlebihan dan kurang memenuhi” dalam hal pasokan militer ke Ukraina.
Kanselir Jerman Olaf Scholz, menegaskan negara itu telah melakukan segala yang bisa dilakukan untuk menopang Kiev dalam perjuangannya melawan Moskow.
“Jerman mengirim semua senjata yang kami miliki dalam stok kami di infrastruktur militer kami. Dan kami memutuskan juga untuk mengirimkan senjata baru dari industri kami, yang membutuhkan waktu lebih lama karena harus diproduksi,” katanya kepada CBS News awal pekan ini.
Berbicara di parlemen negara itu pada hari Rabu, Scholz juga menegaskan Jerman akan terus memasok Ukraina di bawah prinsip "pertukaran melingkar".
Ini skema di mana negara-negara Eropa Timur menyumbangkan inventaris militer era Soviet mereka ke Ukraina dan pada gilirannya menerima sistem yang lebih modern dari Jerman. .
Rusia telah berulang kali mendesak barat untuk tidak memberikan senjata kepada Kiev, Moskow memperingatkan hal itu hanya akan memperpanjang konflik dan menyebabkan konsekuensi jangka panjang.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan terus "memompa" Ukraina dengan senjata hanya akan mendorong Rusia untuk melakukan lebih banyak misi di lapangan.(Tribunnews.com/RT/xna)